Selasa, 09 November 2010

D'CHINS GOES TO SURABAYA

Oleh : Aswari Agansya

Namaku Arie, aku tinggal di kota Sampang pulau Madura. Hobiku jalan-jalan, ya sampai detik ini masih seputar Jawa Timur sih. Aku pernah backpack ke Malang, Kediri, Surabaya dan hampir keliling Madura. Ups! aku juga pernah ke Bali loh (he he he maaf lupa). Entah sudah beberapa kali aku ke Surabaya, sepertinya nggak kehitung deh. Ngomong-ngomong, perjalanan ke Surabaya kemarin memberikan kesan yang unik bagiku.

Di kota Sampang aku mempunyai geng bernama d’chins yang terdiri dari 4 orang. Ketiga temanku itu bernama Lian, Nasrul, dan Agung. Kami gemar sekali berpacking ria. Pada hari Minggu tanggal 27 Desember 2009 kemarin, d’chins saling kontak. Ya conferens call-lah istilahnya. Maklum Nasrul waktu itu posisinya lagi di Surabaya

Kami berempat pun terlibat obrolan-obrolan ringan. Kami sibuk mencari solusi yang tepat untuk perjalanan akhir tahun ini. D’chins bingung mau menghabiskan malam akhir 2009 dan menyambut datangnya tahun 2010 dimana? mau ke pulau Bali, he he he budget kami pas-pasan. Lagipula malam pergantian tahun baru kurang lima hari lagi, belum ada persiapan, ditambah pasti angkutan menuju ke pulau itu sudah penuh. Coba bayangkan jika dengan kondisi budget yang pas-pasan itu kami nekat ke Bali, terus ujung-ujungnya kami kekurangan uang untuk pulang lagi ke Madura Apa itu nggak seru? Bukan seru lagi, tapi menambah masalah baru, so menurut kami Bali masih belum tepat. Sedangkan jika menghabiskan malam pergantian tahun 2009 ketahun 2010 di pulau Madura, uh . . . . ! rasanya bosen banget deh. Kesannya nggak ada perkembangan.

Kalau aku kaya, mungkin aku akan menghabiskan malam tahun baru diluar negeri, ke Perancis, Australia atau keliling Eropa misalnya. Sayangnya, kondisi keuanganku terbatas dan terpaksa mencari jalan lain. Setelah beberapa menit mencari solusi yang pas dan tak mengurangi pengalaman, akhirnya kami menemukan jalan keluar yang pas. Pas sekali dengan kondisi budget kami waktu itu. Puas rembuk sana rembuk sini, kota Surabayalah yang cocok untuk d’chins. Right, d’chins will goes to Surabaya for new year party….

Tak terasa hari Kamis tanggal 31 Desember 2009 pun telah tiba. Sebelum berangkat ke Surabaya. Pagi-pagi aku dan Lian masih harus ke kota Pamekasan, Universitas Madura karena kami masih ada kuliah waktu itu. Kami sengaja ke Surabaya sepulang kuliah pada pukul 10.30 WIB. Ya… biar sama-sama lancar gitu deh. Kuliah lancar, jalan-jalan ke Surabaya pun lancar, tul nggak?

Tepat pukul 11.00 WIB, aku, Lian dan Agung berkumpul di terminal kota Sampang, menunggu bus yang akan membawa kami ke Surabaya, bus Pelita Mas pun akhirnya datang, tanpa pikir lagi aku, Lian dan Agung langsung naik kedalam bus warna hijau itu dan mencari kursi yang masih kosong. Sepertinya bus itu tampak penuh, banyak para pemuda yang mau keluar pulau Madura, untung kami masih kebagian tempat duduk. Aku duduk didekat jendela.

Dulu kalau aku ke Surabaya perjalan membutuhkan waktu 3 jam. Itupun sebelum dibangunnya jembatan terpanjang di Indonesia yang tak lain dan tak bukan Jembatan Suramadu. Sebuah ikon baru bagi pulau Madura yang sekaligus menyambung pulau Madura dan Surabaya yang megah itu. Kini dengan adanya jembatan tersebut perjalanan ke Surabaya bisa ditempuh kurang lebih dua jam saja.

Ketika melewati jembatan tersebut, aku seakan takjub melihat kemegahan Suramadu meski memandang dari dalam bus. Apalagi ketika berada dibentang tengah, aku semakin terpesona sekaligus bangga, pemandangan dari bentang tengah benar-benar mengesankan. Tampak sisi pulau Madura dan sisi Surabaya begitu indah, ditambah tampak terlihat kapal Ferry yang sedang melintas diatas laut. Aku sempat berpikir ketika melintasi jembatan itu, seandainya saja jembatan Suramadu ini bisa terkenal seperti Harbour Bridge di Sydney? Ah terlalu tinggi kali ya? tapi mungkin sajakan?

Setelah memasuki Surabaya. Aku dan kedua temanku mulai siap-siap karena kami akan turun di jalan Jakarta. Jam menunjukkan pukul 13.00 WIB dan kami belum sholat dzuhur, kami pun memutuskan menuju masjid Sunan Ampel di jalan Pegirian. Hitung-hitung sekaligus ziarah gitu, jadi dari jalan Jakarta kami bertiga memilih jalan kaki menuju Ampel. Kami memang sengaja jalan kaki supaya lebih terasa puasnya.
Pada pukul 13.45 WIB kami sampai di Masjid Ampel. Langsung kami sholat, lalu menunggu kedatangan Nasrul. Kami sepakat ketemuan di Masjid Ampel supaya lebih dekat ke ITC Mega Grosir. Tak begitu lama kami bertiga menunggu Nasrul. Dia memang pemuda tepat waktu. Sekitar pukul 14.00 WIB Nasrul datang dari arah selatan. Akhirnya kami pun segera meninggalkan Ampel dan menyusuri daerah Botoputih dengan berjalan kaki. Kebetulan ITC grosir yang bersebelahan dengan Carrefour itu tak begitu jauh dari Ampel. Lalu kami berempat memasuki jalan Gembong. Sebelumnya kami melewati Kortopaten dan ujung timur wisata Kya-Kya di jalan Kembang Jepon. Kya-Kya merupakan salah satu tempat wisata bernuansa Tionghoa. Disana banyak sekali pernak pernik berbau Tionghoa, mulai dari lampion, lilin hingga tempat angpao.

Langit tampak mendung dengan mega hitam yang muram. Kami terus berjalan di jalan Gembong tempat ITC Mega Grosir bearada. Langkah kamipun semakin dipercepat

“Eh . . . bro! cari makan yuk, kayaknya perutku sudah keroncongan nih” seru Agung

“Ok deh. Kita cari makan didalam” sahut Lian.

Memang sejak berangkat dari pulau Madura, perut kami belum terisi apapun. Maka tak salah jika perut kami mulai memanggil-manggil makanan. Setibanya didalam mall, kamipun mencoba mencari tempat makan untuk mengisi perut.

Akhirnya setelah ngos-ngosan berkeliling mencari tempat makanan yang cocok. Kami berempat memutuskan ke Pizza Hut aja, lumayan bisa mengganjal perut dan yang penting perut kami nggak terlalu kosong. Dua buah pizza Deluxe Cheese dan empat gelas coca cola menjadi santapan kami sore itu. Begitu disajikan, segera makanan itu berpindah dalam perut kami. Hmmm, enak juga rupanya Deluxe Cheese itu.

Lalu aku beranjak dari kursi, dan kembali berkeliling mall sepuasnya. Tentu saja setelah membayar semua yang telah kami makan. Ada kejadian lucu ketika Nasrul pergi ke toilet untuk buang air kecil. Saking tak kuat menahan, dengan seenaknya Nasrul nyelonong masuk toilet wanita. Sontak para wanita berteriak hisetris melihat sosok Nasrul, akhirnya petugas penjaga toilet itu menegur Nasrul, Nasrul tersipu malu. Kami tertawa mendengar cerita Nasrul seusai dari toilet itu.

Hingga malam tiba kami berjalan-jalan di ITC Mega Grosir. Beli camilan, main game station sampai membeli beberapa baju yang lagi big sale (Hehehe . . . kayak perempuan aja ya). By the way, tak terasa waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB. Kami memutuskan get out dari ITC menuju Tugu Pahlawan, untuk menikmati keramaian masyarakat Surabaya menghabiskan malam pergantian tahun ini. Setelah keluar dari mall itu, aku memandang langit memastikan apakah cuaca masih cerah-cerah saja atau sedang mendung. Ternyata malam itu cuaca tetap saja mendung!

Segera kami bertolak dari ITC Surabaya dan menuju kearah barat menyusuri jalan Bunguran hingga melewati pasar Atom. Terus berjalan kearah barat dan melewati Kebon Rejo. Lalu belok kiri kearah selatan menuju jalan Pahlawan. Ketika sampai di Tugu Pahlawan waktu menunjukkan pukul 21.30 WIB. Tak kebayang selama dua jam setengah kami berempat menyusuri jalan. Tapi tampaknya kaki kami masih tak terasa lelah sedikitpun.

Perut kami kembali terasa lapar. Tugu Pahlawan malam ini benar-benar ramai dan padat akan warga Surabaya. Pandangan mataku menangkap sebuah warung sate lalat. Kamipun tertarik ingin menikmati sate lalat. Bagaimana sih bentuk dari sate lalat itu? apakah yang disate itu lalat? hehehe, kami penasaran banget deh!. Penasaran eh penasaran, kamipun saling pandang dan tersenyum tatkala sepiring sate itu disajikan didepan kami, kami pikir ratusan lalat akan ditusuk menjadi sate, taunya sate lalat hanyalah nama belaka. Sebenarnya sate lalat itu terbuat dari daging ayam yang dipotong kecil-kecil mirip lalat. Jadi karena itulah disebut sate lalat.

Sungguh sangat lezat makan sate lalat sambil menikmati suasana pusat kota yang dipenuhi masyarakat sekitar diiringi suara motor-motor yang sangat bising. Memang moment malam tahun baru yang tak dapat terlupakan. Setelah perut kenyang, kamipun melanjutkan perjalanan keliling monumen Pahlawan. Sesekali kami duduk dan saling jeprat jepret mengabadikan suasana malam itu.

Sebenarnya, malam pergantian tahun di kota Sampang pulau Madura dengan di Surabaya ini tak jauh berbeda. Suasananya yang ramai dengan hiruk pikuk suara terompet yang saling sahut-sahutan benar-benar tak dapat dibedakan. Tapi satu yang membuat berbeda diantara keduanya yaitu lokasi. Ya, di Surabaya ini mampu memberikan nuansa-nuansa baru. Ditambah, dalam satu hari ini banyak hal-hal baru yang kami dapat.

Semarak malam pergantian tahun terus berlangsung, tiba-tiba tepat pukul 23.30 WIB kota Surabaya dikagetkan dengan turunnya gerimis. Meski demikian tak membuat warga beranjak dari tempatnya masing-masing. Mereka seakan-akan yakin bahwa malam itu tak akan turun hujan, melainkan hanya gerimis semata. Untuk menghangatkan badan kami d’chins team mencoba menghangatkan diri dengan membeli jagung rebus dan roti bakar.

Seusai teriakan para terompet, percikan kembang api dilangit menandakan tahun baru 2010 telah datang. Kami pun pergi dari Tugu Pahlawan seiring semakin sepinya tempat itu, aku dan ketiga sahabatku hendak menuju rumah Nasrul dikawasan Tandes untuk beristirahat. Tepat pukul 00.30 WIB kami tiba di rumah Nasrul. Tanpa pikir panjang akhirnya kami tidur, mencoba mengistirahatkan otot-otot kaki yang sangatlah letih dan hampir patah akibat seharian kelayapan.

Perjalananku tidak berhenti dimalam itu, keesokan harinya tepat tanggal 1 Januari 2010 pukul 08.00 WIB, aku dan ketiga sahabatku melanjutkan perjalanan menuju jalan Basuki Rahmat tempat Gramedia Expo the bookstore, untuk menuju kesana, kami menaiki angkutan umum dari Tandes menuju Jalan Yos Sudarsono. Lalu kami kembali jalan kaki ke toko buku itu. Kami tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mencari ilmu dengan membeli beberapa buku keperluan kampus.

Selesai membeli buku, kami kembali menyusuri jalan ke utara menuju Tunjungan Plasa untuk cuci mata (maklum tadi pagi nggak dicuci, hehehe . . .) hingga pukul satu siang, selanjutnya kami keluar dari Tunjungan Plasa dan berdiri didepan mall itu untuk menunggu bis kota tiba. Nah, yang kali ini aku dan sahabatku harus balik ke habitat kami masing-masing, di kota Sampang Madura. Dengan menaiki bus kota itu kami pun menuju pelabuhan Tanjung Perak.

Puas rasanya menyisiri Surabaya dalam perjalananku kali ini. Didalam bus kota aku sempat bergumam dalam hati,

“Sungguh seru pengalaman ini. Selanjutya, d’chins akan berpacking kemana ya? Jombang, Yogyakarta atau ke Bandung? Agh…biar waktu yang akan menjawabnya. tunggu aja tanggal mainnya! Pikirku lalu tersenyum puas.

***

Senin, 18 Oktober 2010

Malam Akhir Desember

Oleh : Aswary Agansya



Detik-detik terakhir malam Desember
Termenung sendiri
Menyapa angin
Menyapa bintang
Menyapa bulan
Dan menyapa malam

Tengah sunyi mencekam
Kuberkaca di masa silam
Macam roda hidup berputar
Berjalan, merangkak hinggak tak ada bekas
Tak ada yang tahu

Hati berdentum dan bergetar
Hembusan rasa penuhi kalbu
Sesal, ragu dan maju
Harapan baru berbisik sendu
Membentang luas menunggu langkahku



Kampusku, Desember 2009

Minggu, 03 Oktober 2010

MANDANGIN BUAH NAGA

Oleh : Aswary Agansya


Kegiatan jalan-jalan merupakan aktivitas yang paling menyenangkan buat saya, apalagi tempat yang dikunjungi menyuguhkan sesuatu yang berbeda dari tempat lainnya. Hal tersebut membantu saya untuk merefreskan aktivitas otak dari kepenatan yang melanda. Selain itu dengan melakukan kegiatan jalan-jalan bisa memberikan pengalaman-pengalaman yang baru dan unik bagi perjalanan hidup saya. Saya bisa mengenal hal-hal yang belum pernah saya lihat disuatu tempat yang akan saya kunjungi tersebut, bahkan selain mengunjungi destinasi wisata, saya juga dapat menemukan teman-teman baru yang berbeda akan adat kebiasaan tentunya.
Pulau Madura, ya siapa sih yang tak kenal dengan pulau kebudayaan karapan sapi, penghasil garam dan tembakau terbesar itu? Di pulau yang sering disebut pulau garam itu ternyata banyak menyimpan objek wisata yang tak kalah eksotisnya dengan pulau-pulau lain di Indonesia ini, bahkan masih bisa dibilang masih alami. Nah, dalam kesempatan ini saya ingin membagi catatan pengalaman ketika saya berkeliling pulau Madura.
Oh iya, sebelumnya, perkenalkan, nama saya Aswary. Bisa juga dipanggil Arie, dan saya tinggal di Kota Sampang Pulau Madura. Ehm….Seperti yang saya ketahui, ternyata disetiap Kabupaten di pulau Madura, sama-sama memiliki adat kebiasaan serta keindahan alam yang berbeda, seperti wisata Batu Menangis di Kabupaten Bangkalan, keeksotikan pulau Mandangin, Pantai Camplong, Waduk Klampis di Kabupaten Sampang bahkan jika di Bali memiliki hutan Pala Sangeh, maka di Kabupaten Sampang pun mempunyai hutan yang dipenuhi dengan kera-kera itu dengan nama Hutan Nepa. Selain kota Sampang, kabupaten Pamekasan pun tak mau kalah, wisata Api tak Kunjung Padam, keindahan pantai Jumiang pun juga patut diacungi jempol. Serta Kabupaten paling ujung, Kabupaten Sumenep juga mempunyai wisata alam yang tak kalah indah, seperti pantai Lombang, pantai Slopeng dan Keraton pangeran Jokotole.
Pada bulan Agustus 2008 saya mengikuti rombongan salah satu SMA berwisata keliling Madura. Diantara tempat-tempat wisata tersebut, saya lebih terkesan ketika mengunjungi pulau Mandangin, pulau kecil di selatan kota Sampang dan ketika menghabiskan senja pantai Lombang sambil menikmati buah naga dikabupaten Sumenep. Menurut saya kedua tempat itu memberikan kejutan-kejutan tersendiri bagi diri saya tentunya.
Seperti saat menuju pulau Mandangin, untuk sampai di pulau itu saja, saya harus menahan kegetiran dan ketakutan dalam menyeberangi lautan lepas dengan menggunakan perahu boat yang masih dibilang tradisional. Para rombongan siswa pun harus stand by di pelabuhan Tanglok tepat pada pukul enam pagi. Hal itu untuk mengantisipasi supaya tidak ketinggalan perahu. Maklum, tidak banyak masyarakat yang antusias mengunjungi pulau itu. Alasannya seperti yang saya katakana sebelumnya. Mereka takut kalau-kalau perahunya tenggelam ditengah laut. Padahal pulau itu tak kalah menariknya dengan pulau-pulau kecil lainnya di Indonesia.
Tepat pukul enam pagi, saya dan ketujuh teman saya menaiki salah satu perahu dipelabuhan itu, tiap perahu mampu menampung kurang lebih 10 sampai 12 orang. Saya memilih perahu yang layarnya telah terpasang, saya pikir, dengan adanya layar tersebut, perahu yang saya tumpangi akan berjalan dengan baik-baik saja.
Sekitar pukul 6.15 wib, semua perahu yang berbaris rapi pun mulai bising akibat suara mesin yang begitu kerasnya. Lama-lama satu persatu perahu itu mulai bergerak menjauhi pelabuhan Tanglok. Pagi itu ada lima perahu yang akan menuju pulau Mandangin.
Bagi yang pertama kali mengunjungi pulau Mandangin ini, mungkin akan merasa mual akibat mabuk laut karena untuk sampai dipulau tersebut membutuhkan waktu satu jam. Ditambah, waktu itu air sedang pasang, jadi perasaan mual dan pusing juga menghinggapi diri saya. Selama perjalanan, saya memilih diam dengan pandangan mata tertuju lautan lepas.
Setelah sampai ditepi pulau Mandangin, para perahu pun mulai menepi, memang benar informasi yang pernah saya dapat, pulau Mandangin itu benar-benar indah. Keksotisan juga terasa disana. Rasa mual yang saya alami, berangsur-angsur sirna tatkala kedua mata ini menangkap keindahan suasana pulau itu.
Para rombongan pun menyusuri gang perumahan warga menuju sebelah selatan Mandangin. Tak begitu jauh dan tak membutuhkan waktu lama untuk menuju bagian selatan yang pantainya masih perawan itu. Ternyata benar, sesampainya disana, semua kecemasan yang saya rasakan selama ditengah perjalanan telah terbayar dengan keeksotikan panorama pantai dipulau itu.
Para warga penghuni pulau Mandangin lebih banyak bekerja sebagai nelayan. Tak heran ketika para rombongan pemuda-pemudi sesampainya dipantai sebelah selatan tersebut langsung disuguhi pemandangan perahu-perahu para nelayan yang sedang berjajar rapi. Ada pula beberapa bapak tua yang sedang membersihkan jaring-jaringnya dari kotoran.
Hari memang masih pagi, sekitar pukul 7.30 wib, saya dan ketiga teman saya mendekati seorang bapak tua yang mengaku bernama Syafi’i. Bapak tua yang warna kulitnya hitam akibat sengatan sinar matahari itu, menyambut kami dengan senyum sumringah dan ramah, bahkan pak Syafi’i tak segan-segan menyodorkan beberapa ikan hasil tangkapannya kepada kami untuk dibakar.
Saya sedikit terkejut sekaligus senang dengan keramahan pak Syafi’i. Kami mulai membakar beberapa ikan tesebut. Dengan penuh semangat, saya menikmati kelezatan ikan bakar sambil memandangi keindahan panorama pulau Mandangin itu. Yang menarik lagi, semua ikan bakar yang disodorkan kepada kami, semata-mata diberikan secara cuma-cuma oleh pak Syafi’I, alias gratis. Kami berterima kasih banyak pada pak SAyafi’i.
Puas menikmati ikan bakar dan keeksotikan pulau Mandangin, sekitar pukul 10.00 wib kami para rombongan harus segera berkumpul ditempat semula ketika kami tiba. Hal itu dimaksudkan karena masih banyak lagi tempat-tempat yang harus kami kunjungi di Madura ini. Saya pun akhirnya bertolak dari pulau kecil nan eksotis, Mandangin itu.
Usai mengunjungi pulau Mandangin, saya dan rombongan kembali ke Kota Sampang dan melanjutkan perjalanan kearah timur menuju Kota lainnya di Pulau Madura. Sejenak kami mampir di wisata pantai Camplong untuk makan siang , menu makan siang waktu itu adalah sepiring rujak cingur. ehm . . . nyami . . . ! selanjutnya, seusai makan siang kami melanjutkan perjalanan menuju Desa Dhengka di kota Pamekasan untuk melihat api alam. Tempat wisata yang disebut Api tak Kunjung Padam itu menyuguhkan hal yang berbeda, sekali mencongkel tanah yang dipagari besi itu, apipun keluar dari lubang congkelan. Para wisata bisa menggunakannya untuk mebakar jagung. Benar-benar menunjukkan kebesaran Kuasa Ilahi.
Tak begitu lama saya dan rombongan berada disana, perjalanan dilanjutkan menuju kota Sumenep. Nah, dalam perjalanan ke Sumenep ini merupakan pengalaman yang tak kalah mengesankan bagi saya. Sore itu rombongan kami memasuki kota Sumenep. Menyusuri desa Lombang dan berhenti didaerah Batang-Batang. Saya pun turun dari bus dan jalan kaki menuju pantai Lombang. Selama dalam perjalanan menuju pantai, saya disuguhi pemandangan yang indah sekali, dikanan dan dikiri saya, berbarislah pohon cemara udang. Semua pohon itu seakan-akan sedang menyambut kedatangan kami. Sejuk dan teduh yang terasa ketika melewati jalan tersebut.
Begitu juga sesampainya dilokasai pantai Lombang. Suasananya benar-benar tenang dan nyaman karena disepanjang pantai tersebut dikelilingi pohon cemara udang yang masih alami. Pohon-pohon cemara udang itu sangatlah terkenal didunia karena pohon yang nama ilmiahnya Casuarinas Equisetifolia tersebut konon hanya bisa tumbuh di Indonesia dan Cina saja. Sangat unik bukan?
Ketika sampai dipantai Lombang, waktu menunjukkan pukul 16.00 wib. Dipantai ini saya tidak bisa melihat keindahan sunset, namun dipantai Lombang kita hanya dapat menikmati panorama sunrise, dimana keindahan panorama terbitnya sang matahari pagi. Jadi, sore itu saya hanya duduk diatas pasir putih yang disertai semilir angin pantai yang sejuk. Pantai Lombang sangatlah cocok bagi seseorang yang ingin bersembunyi dari hiruk pikuk keramaian kota serta menghilangkan kepenatan.
Saya sempat berpikir, mengapa pantai yang menyimpan keindahan ini tampak sepi? Mengapa jarang sekali ada wisatawan yang mengunjungi pantai Lombang ini? padahal sang pedangdut Imam S. Arifin saja terinspirasi akan pantai ini dalam lagunya yang berjudul sapu tangan merah. Jadi mengapa masih sepi?
Ditengah duduk santai menikmati pemandangan, saya sedikit penasaran dengan segerobolan teman-teman rombongan diujung sana. Saya menghampiri mereka, ternyata mereka sedang memilih buah naga. Aha…!! buah yang diluar tampak berwarna merah jambu itu mampu menarik selera saya. Saya pun penasaran ingin merasakan buah yang kaya akan khasiatnya itu. Setelah prosesi tawar menawar, akhirnya saya mendapatkan dua buah naga yang berukuran sedang dengan harga 40 ribu rupiah. Saya kembali duduk diatas pasir putih sambil menikmati segarnya buah naga itu.
Ini kali pertama saya memakan buah yang isinya warna putih bercampur titik-titik kecil hitam itu. Meskipun lama tinggal dipulau Madura, saya belum pernah merasakan kesegaran buah itu. Maklum buah naga hanya banyak ditanam di Kabupaten Sumenep. Wow,, setelah gigitan pertama, rasa manis buah naga itu menyegarkan tenggorokan saya. Hanya satu buah saja yang saya makan, satu buah yang lain saya masukkan dalam tas untuk makan dirumah jika sudah pulang nanti.
Hari mulai gelap, pemandu wisata kami sudah mengisyaratkan untuk segera berkumpul dan masuk bus. Berkali-kali saya memandangi alam sekitar pantai Lombang, berharap merekam suasana waktu itu dalam memori otak saya. Saya akui pantai Lombang merupakan salah satu pantai terindah yang dimiliki pulau Madura. Saking kagumnya, saya tidak mampu berkata-kata lagi. Langsung saya masuk kedalam bus.
“Hari ini benar-benar hari yang indah dan menyenangkan !!” gumam saya dalam hati.
Rasa letih memang mulai menghinggapi tubuh saya, sepertinya saya harus segera istirahat karena esok hari harus melanjutkan perjalanan menyusuri celah-celah pulau Madura yang lain. Tampaknya perjalanan hari ini membuat saya capek berat. Tapi, saya tak pernah menyesal mengikuti rombongan ini. Meski tubuh terasa lelah, saya merasa puas dengan momen ceria berkeiling pulau garam, melewatkan hiburan yang begitu mengesankan bersama sahabat-sahabat tercinta. Jika kamu ingin merasakan apa yang saya rasakan. Let’s go to Madura island beiby !!
****