Selasa, 06 Oktober 2015

Sumenep, Kota Yang Eksotik (Episode 2)


Hai Guys, apa kabar? Semoga kalian baik-baik saja ya, ha ha... Amiinn... :D
Sorry ya baru sempat nulis lanjutan catatan perjalanan ke Sumenep yang sempat tersendat. Kemarin selama seminggu lebih aku sibuk sama undangan nikahan temen. Tau nih, banyak banget yang nikahan bulan ini. Hihihi, yang ini abaikan aja. :D

Oke, aku mau lanjutin ya. Sebelumnya, bagi yang belum baca episode 1, silakan klik disini.

Setiap perjalanan memang akan menorehkan kenangannya sendiri-sendiri. Begitulah yang kualami saat berkunjung ke destinasi selanjutnya, yaitu Museum Keraton Sumenep.

Sebelum berangkat menuju Museum Keraton Sumenep, aku memang sempat ragu sekaligus khawatir. Sebab, menurut informasi dari supir bis, Museum Keraton akan tutup setelah adzan Ashar berkumandang, sementara pada pukul 13.30 WIB rombongan kami masih berada di Pantai Lombang. Mengingat perjalanan dari pantai Lombang menuju Museum cukup jauh, jujur saja aku khawatir jika setibanya nanti ke Museum, pintu akan ditutup untuk pengunjung. Sia-sia dong kalau sampai gagal ke Keraton? Well, selama perjalanan aku sibuk memikirkan rencana cadangan jika hal itu benar-benar terjadi pada rombongan kami. Aku harus bisa mencari destinasi wisata yang mampu dijangkau oleh kendaraan kami, dan agar siswa kami tidak ada yang kecewa.

Akan tetapi, entah mengapa, tiba-tiba aku teringat sesuatu hal. Aku langsung membuka ponsel dan browsing masalah jadwal buka tutup museum Keraton Sumenep. Dan kupikir satu keajaiban berpihak kepada kami siang itu. Aku baru tahu kalau ternyata Museum Keraton akan tutup pukul 16.00 WIB, yang artinya, kami masih punya kesempatan mengunjungi tempat itu tanpa sibuk memikirkan rencana B yang tidak tau harus bagaimana. :D

Tepat adzan Ashar rombongan kami tiba di pelataran parkir depan museum Keraton Sumenep. Cuaca masih cukup terik saat kaki kami menginjak kawasan bersejarah yang katanya sudah dibangun sejak tahun 1780 M. Tanpa membuang waktu aku dan beberapa guru bergegas menuju loket karcis yang berada di sebelah bangunan keraton.

Karcis masuk Museum Keraton Sumenep masih tergolong sangat murah, hanya dua ribu rupiah saja per orang. Belum lagi rombongan kami masih mendapat diskon karena sore itu yang berkunjung ke keraton lebih banyak pelajar alias siswa-siswi SMA. Yang membuat kami merasa beruntung adalah salah satu penjaga tiket rela menjadi guide untuk rombongan kami. Hanya saja, aku lupa tidak menanyakan siapa nama beliau, karena terlalu sibuk mengatur siswa yang menjauhi rombongan. :P



Perjalanan pertama dimulai dari gedung museum yang terletak tepat di depan Keraton, tepatnya paling barat bersebelahan dengan loket karcis. Di sana, ada satu kereta kencana yang pernah dipakai raja Sumenep dalam menjalankan tugas sebagai abdi kerajaan, dan satu lagi kereta kencana pemberian ratu Inggris yang katanya sampai saat ini sering digunakan untuk arak-arakan setiap perayaan ulang tahun kota Sumenep. Ada juga kitab Al-Qur'an raksasa yang ditulis tangan oleh Raja Sumenep (Sultan Abdurrahman) dalam jangka waktu semalam saja. Dan tak lupa dalam ruangan itu juga ada beberapa foto raja-raja Sumenep yang pernah berkuasa di masanya, guci keramik buatan Cina, hingga kursi keraton yang sudah berusia cukup tua dari usia kami semua. He he he...

Next, lokasi kedua yang kami kunjungi setelah bangunan depan keraton adalah bangunan peninggalan Portugis yang ada di pelataran keraton sebelah utara. Katanya bangunan itu sempat dijadikan kantor oleh pihak keraton serta kediaman beberapa abdi dalem raja Sumenep. Dalam ruangan itu berisi alat-alat rumah tangga keraton, seperti piring, sendok, gelas, alat peracik jamu tradisional sampai kaca berukuran sekitar dua meter yang dipajang di depan gedung. Ada juga sisa pakaian raja beserta alat-alat perangnya. Di belakang bangunan itu terdapat beberapa arca dewa (Agama Hindu) yang diperkirakan berusia ratusan tahun, dan ditemukan di beberapa desa atas pergolakan warga Sumenep dengan kerajaan Bali kala itu.



Yang menarik perhatianku adalah rumah Panyepen. Katanya, di sana adalah tempat Bindara Saod menyepi. Bindara Saod sendiri memiliki keunikan sejak berada dalam kandungan ibunya, yaitu ia bisa menjawab salam seseorang walau masih berada dalam kandungan. Dalam bangunan itu ada beberapa peninggalan seperti kasur raja beserta kursi tamunya yang khas dan berusia cukup tua. Ada pula tempat tidur pemandian jenazah beserta Nangghele & Kaleles yang digunakan untuk acara karaban sapi warga Sumenep. Sebelum keluar gedung bergaya Belanda itu, kami pun mengabadikan foto bersama untuk kenang-kenangan.

Langkah kami berlanjut ke ruang utama keraton Raja Sumenep. Di sana ada beberapa kamar raja dan putrinya yang tidak bisa dimasuki oleh pengunjung. Dari jendela aku bisa menangkap apa saja yang ada dalam kamar itu. Seperti kamar tidur (Ranjang) yang disetiap sisi dipenuhi ukiran khas kota Sumenep, di sana juga ada kasur dan lemari pakaian yang sama-sama ada unsur ukiran di tiap sudutnya. Yang menjadikan kamar itu terlihat spesial adalah ukiran ranjang yang bercat warna emas serta tirai merah maroonnya. Terlihat begitu mewah dan anggun dipandang dari balik jendela keraton yang sedikit terbuka (Sayangnya aku tidak bisa mengabadikan kondisi dalam kamar itu, karena kameraku kehabisan daya baterai).

Terakhir, kami melanjutkan ke sudut ruangan selanjutnya, yaitu kolam renang Potre Koneng yang katanya memiliki khasiat bisa membuat awet muda bila si pengunjung mencuci mukanya di kolam tersebut. Keseluruhan, keraton Sumenep memang cukup unik dan perlu dilestarikan supaya menjadi destinasi wisata edukasi untuk generasi muda selanjutnya. Bukankah pak Sukarno pernah bilang, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya," Aku tak habis pikir dulu kabupaten paling timur pulau Madura itu ternyata pernah memiliki masa kejayaannya sendiri.

Gitu aja deh ceritanya, makasih loh sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan sederhananku ini. Semoga kamu diberi kemudahan oleh Allah dalam menyelesaikan masalah. Amin...

Akhirul kalam, Wassalamualaikum wr.wb

Tanah Garam Madura,
5 Oktober 2015,
Tengah Malam.
***
 
 (Bapak yang menjadi Guide)
 
 (Keluarga SMA Islam Attaroqqi Tsani di depan rumah Panyepen)
 
 Pelataran Keraton

 
 (Salah satu bangunan Belanda yang dijadikan kantor)

 
 (Salaha satu pintu pemandian Potre Koneng)


 
 (halaman pemandian Potre Koneng)