Selasa, 31 Januari 2017

Sebuah Keajaiban - Shalawat





Alhamdulillah, setelah beberapa hari lalu posting tulisan tentang sedekah, sekarang aku coba lanjutin postingan selanjutnya dengan tema sholawat. Tepatnya mengenai keajaiban merutinkan Sholawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Sebelumnya, aku ingin sampaikan bahwa apa yang aku tulis ini bukan untuk pamer atau mengaharapkan pujian orang, akan tetapi hanya sekedar berbagi pengalaman saja. Supaya apa yang kurasakan bisa dialami oleh orang lain. Bukankah dalam hidup ini kita harus bisa bermanfaat untuk orang lain, kan? Oke deh, langsung aja ya...


Selain memberikan audio ceramah tentang sedekah, Anas juga memberikanku beberapa audio ceramah dengan tema lainnya (bagi yang belum tahu postinganku tentang keajaiban sedekah, silakan klik di sini). Dan uniknya, Anas mengajakku untuk membuktikan keajaiban shalawat sesuai dengan audio ceramah yang kami dengarkan. Oh iya, Anas itu sahabatku sejak masa SMA yang selalu ingin tahu hal-hal unik di sekitarnya. Termasuk hal-hal yang menyangkut keajaiban sedekah, shalawat dan ibadah lainnya.

Sebelumnya, audio ceramah yang kumaksud di sini adalah ceramah ustad Yusuf Mansur. Kata beliau dalam ceramahnya, barang siapa menginginkan sesuatu, silakan rajin-rajinlah membaca shalawat. Shalawat yang paling sederhana adalah Allahumma sholliala sayyidina Muhammad, wa'ala ali sayyidina Muhammad. Shalawat adalah bentuk hormat kita kepada Nabi Muhammad saw, karena berkat beliau kita bisa terbebas dari zaman kebodohan. Zaman yang terang-benderang. Dan juga, barang siapa membaca shalawat 1 kali, maka Allah akan membalas 10 kali lipat. Barang siapa membaca shalawat 10 kali, maka Allah akan mengganti 100 kali lipat serta bonus yang tidak pernah kita sangka-sangka seelumnya. Begitulah seterusnya kira-kira. Sementara itu, barang siapa rajin-rajin bershalawat, maka hatinya akan tenang, jauh dari kesedihan, serta segala hajatnya dengan mudah tercapai.

Pada ceramah ustad Yusuf Mansur tema shalawat kali itu berisi tentang kisah putri pertamanya yang mendapatkan laptop hanya dengan bershalawat 1000 kali sehari selama dua minggu (bagi kamu yang mau mendengar ceramah Yusuf Mansur tema shalawat bisa dicari di Bang Yusup, eh Youtube maksudnya, hehehe... insyaallah di sana sudah berjubel dan lengkap). Nah, intinya, aku dan Anas mencoba mengaplikasikan ceramah tersebut dalam dunia kami berdua. Sekali lagi, hanya coba-coba!

Setiap kami ngumpul bersama teman-teman dan kebetulan bertemu barang yang menarik perhatian sekaligus kami inginkan, kami pasti akan pegang barang itu sambil membaca shalawat 3X. Tentu saja dengan cara bergantian. Kebetulan pada waktu itu, Anas coba berkali-kali shalawatin ponsel keluaran terbaru milik teman kami. Kegiatan itu berkali-kali Anas lakukan selama bertemu dengan pemilik ponsel tadi. Tapi, sebelumnya aku minta maaf karena nggak bisa menceritakan lebih detail bagaimana kelanjutan kisah Anas, karena selain tidak tahu bagaimana lika-liku Anas dalam mewujudkan impiannya memiliki ponsel baru, aku juga hanya ingin menceritakan kisahku sendiri di sini. Intinya, Anas mampu membuktikan impiannya memiliki ponsel itu dalam beberapa bulan saja. Tanpa ia duga sebelumnya.

Sebagai seorang guru honorer yang nggak punya motor pribadi, aku selalu naik kendaraan umum acapkali mau berangkat atau pulang dari sekolah tempatku mengajar. Jujur, dengan pendapatan bulanan yang tidak seberapa besar, aku masih belum mampu menyicil motor seperti teman-teman lainnya. Alhasil, begitu mendengar kesuksesan Anas dalam mewujudkan impiannya hanya dengan bershalawat, aku iseng-iseng mengikuti cara Anas. Tentu saja sesuai dengan ceramah ustad Yusuf Mansur yang kudengar.

Setiap hendak berangkat shalat Jumat, aku sering melewati gang kecil yang kebetulan bersebelahan dengan rumah sepupu. Di ujung lorong, sebuah motor Beat keluaran tahun 2012 selalu terparkir di sana. Dengan kata lain, kalau aku sedang lewat, secara otomatis aku selalu memegang motor itu kalau mau keluar lorong. Nah, saat itulah aku coba melafazkan shalawat tiap kali memegang motor warna putih itu sembari berdoa kepada Allah bahwa aku ingin memiliki motor seperti itu.

Bukan hanya itu, begitu aku tiba di masjid, aku selalu mengarah ke sebuah motor Beat yang terparkir tepat di sepanjang ujung tangga masjid. Tentu saja hanya untuk memegang dan menshalawati motor itu sembari berdoa kepada Allah. Begitulah yang kulakukan setiap hari Jumat selama beberapa bulan lamanya. Lalu, apakah Allah mengabulkan doaku dengan cepat? Jawabannya TIDAK. Allah masih menunggu hatiku yakin kepadaNya bahwa Dia tidak pernah mengingkari janji. Memang, saat itu aku belum sepenuhnya yakin dengan apa yang kulakukan, sebab, aku takut ujung-ujungnya akan kecewa kalau sampai Allah tidak mengabulkan doaku.

Tapi, jika aku ingat bahwa Allah tidak akan pernah ingkar janji, keyakinanku kembali tumbuh dan berharap Allah pasti masih menyimpan impian-impianku hingga waktunya tiba. Hingga pada suatu hari, tepatnya bulan Maret 2016, seorang kakak menghubungiku dari Surabaya. Dia berkata bahwa ada seseorang yang hendak menjual motor matik dengan harga murah. Kata kakak, pemilik motor itu butuh uang untuk biaya pernikahan, sehingga motornya dijual dengan harga murah. Kata kakak, dia yang akan membeli motor itu untuk kupakai. Kebetulan saat itu jumlah uang tabunganku 50% dari harga motor yang ditawarkan kakak. Dengan kata lain, aku langsung menolaknya. Tapi kata kakak, biar dia yang menambah uang yang kupunya supaya motor itu tidak dibeli orang.

Jujur, begitu motor itu diantar ke Madura oleh kakak, air mataku merembes beberapa saat. Bagaimana tidak, motor itu persis seperti milik sepupuku namun berbeda warna. Saat itu aku semakin yakin bahwa Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya. Dia akan mengabulkan semua keinginan hamba-hambaNya pada waktu yang tepat.

Semoga kisah ini bermanfaat, ya...

Menjelang Senja,
Pulau Garam Madura.
***

Kamis, 05 Januari 2017

Sebuah Keajaiban - Sedekah



Hai teman-teman, gimana kabar kalian? Kali ini aku mau sharing tentang keajaiban sedekah nih. Bukan bermaksud menggurui loh ya, tapi sekedar share pengalaman pribadi aja. Tentu saja pengalaman yang pernah kualami sendiri. By the way, pada awalnya aku nggak bermaksud mempublikasikan pengalaman ini, karena kupikir apa yang pernah terjadi biar menjadi pengalaman pribadiku. Namun, berhubung tanpa sengaja aku buka blog ((--> alasan kuno, padahal baru sadar kalau punya blog 😀😋 )) dan selama tahun 2016 jarang posting tulisan, rasanya miris banget nih hati. Aku merasa nggak bermanfaat buat orang lain. Dan tentu saja merasa nggak produktif. Emang beneran nggak produktif, kale! 😄 Akhirnya setelah nyari ide sana sini, akhirnya kuputuskan saja menyampaikan pengalaman sedekah ini. Siapa tahu banyak orang yang akan terinspirasi nantinya. Amin. ((--> udah, jangan kebanyakan basa-basi ah!)) Oke-oke! Langsung aja ya...

Sejujurnya, aku tahu ilmu sedekah ini sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas alias waktu masih berada di bangku putih abu-abu alias masa-masa penuh dengan kegalauan. Namun aku masih belum terlalu memperhatikan sistem bersedekah ini hingga setelah memasuki jenjang kuliah. Walau terkadang pernah melakukannya, itu pun masih belum sepenuhnya yakin dan hanya dilakukan seingatnya saja (jarang-jarang gitulah istilahnya 😀). Dan tentu saja aku juga tidak begitu menghiraukan apa dampak yang kudapat dari sedekah yang kukeluarkan. Hingga pada suatu ketika, begitu pertengahan masa kuliah dan seorang teman bernama Anas membagikan tentang audio ceramah seorang ustad tentang matematika sedekah (kamu pasti tahu kan siapa nama ustad yang kumaksud. Yup! Benar, ustad Yusuf Mansur), sejak itulah aku semakin belajar dan mulai memahami bagaimana kedahsyatan sedekah bagi kita yang merutinkannya.

Menurut matematika sedekah yang dipaparkan ustad Yusuf Mansur, jika kita mengeluarkan 1 harta kita di jalan Allah, maka Allah akan mengganti 10 kali lipat, itu minimalnya. Bahkan bisa lebih dari itu. Jadi, misalkan saja kita punya uang Rp.10.000, dan menyedekahkan Rp.1000 saja, maka kita akan mendapat ganti 19.000 dari Allah.

Ilustrasinya begini:
• 10-1 = 9 + (1×10) = 19
• 10-2 = 8 + (2×10) = 28
• 10-3 = 7 + (3×10) = 37
• 10-4 = 6 + (4×10) = 46
• 10-10 = 0 + (10×10) = 100

Jadi, semakin banyak kita mengeluarkan, semakin banyak pula kita menerima. Atau lebih singkatnya, jika kita menginginkan sesuatu, maka kita harus mensedekahkan 10% nominal dari harga sesuatu yang kita inginkan tersebut. Begitulah penjelasannya, kira-kira. Jujur saja, saat itu aku masih kurang percaya dengan keajaiban sedekah ini karena belum mengalami sendiri.

Temanku yang tadi memberikan audio ceramah ustad Yusuf Mansur mulai mengompiriku untuk merutinkan sedekah. Kalau bisa setiap hari harus bisa mengeluarkan sedekah. Dia juga sempat bercerita bagaimana pengalaman pribadinya dalam mempraktekkan ilmu sedekah yang ia dapat selama ini. Seperti yang sudah kujelaskan tadi di atas, bahwa siapa yang memberi lebih banyak, maka akan menerima lebih banyak pula. Nah, itulah yang menjadi dasar Anas untuk mewujudkan keinginannya. Anas ingin memiliki uang satu juta, maka ia harus menyedekahkan 10% dari uang yang diinginkan, yaitu ia menyedekahkan uang seratus ribu rupiah. Dengan bersedekah seratus ribu rupiah, Allah akan mengganti sepuluh kali lipat dari uang yang kita keluarkan sehingga jika ditotal bisa sejumlah satu juta rupiah, begitulah kira-kira yang Anas pikirkan.

Katanya, sewaktu hendak memasukkan uang di kotak amal masjid, ia sempat merasa ragu. Namun setelah meyakinkan hati bahwa Allah akan mengganti sedekahnya dengan berlipat-lipat, akhirnya ia pun memasukkan uang itu sambil berdoa.

Menurut teori yang diketahui Anas, ia akan mendapat ganti dari sedekahnya setelah empat puluh hari kemudian. Begitulah setiap hari yang dilakukan Anas, yaitu menunggu keajaiban sedekah mendatanginya hingga empat puluh hari ke depan. Akan tetapi apa yang terjadi tepat ketika tiba di hari ke-40? Sungguh sangat mencengangkan. Ternyata Anas tidak mendapatkan apa-apa. Yup, dia mulai kecewa. Sebagai pendengar, aku tertawa mendengar penuturan Anas kala itu.

Namun, cerita Anas tidak berhenti sampai di situ. Katanya, untuk mengobati kekecewaan hatinya, dia kembali memutar audio ceramah yang masih ia simpan di ponselnya. Ternyata ia sadar bahwa memang ada beberapa hal yang membuat Allah belum mengganti sedekahnya. Yaitu ia kurang sabar dan kurang ikhlas. Sejak saat itu ia mulai menata hati dan pikirannya untuk tidak lagi memikirkan apa yang sudah ia sedekahkan, bagi Anas, Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya.

Dan benar saja, selang beberapa minggu setelah ia mencoba melupakan sedekah uang seratus ribu itu, secara tiba-tiba orang tuanya yang tinggal di Surabaya memberi kabar bahwa mereka sudah mentransfer uang satu juta ke rekening Anas. Padahal selama ini, orang tuanya tidak pernah memberikan uang sebanyak itu. Sejak saat itulah Anas mulai rajin untuk bersedekah di masjid. Ia percaya bahwa ikhlas adalah salah satu poin untuk mendatangkan pahala dari apa yang telah ia sedekahkan.

Mendengar kisah Anas, aku pun mulai penasaran. Aku mulai merutinkan bersedekah seribu setiap hendak berangkat kuliah. Kebetulan untuk menuju kampus, aku harus naik angkutan umum selama satu jam, dan sepanjang perjalanan itu pasti ada beberapa titik jalan yang meminta amal untuk pembangunan sebuah masjid. Kebetulan saat itu yang butuh renovasi adalah masjid di desa Tanjung, Sampang.

Jujur saja, aku bersedekah bukan untuk mengharapkan balasan uang yang berlipat-lipat, akan tetapi, supaya Allah melancarkan kuliahku sesuai target awal yaitu pas lulus dalam empat tahun. Aku juga berharap Allah memberikan jalan supaya judul proposalku di-ACC dosen dalam satu kali pengajuan. Ternyata harapanku kali ini diijabah olehNya.

Aku mulai percaya dan semakin menambah nominal sedekah, meski sebenarnya isi dompetku terus menipis dan kebutuhan biaya kuliah masih cukup banyak. Tapi aku percaya bahwa Allah tidak akan membuatku kecewa. Itu saja.

Sepanjang perkuliahan akhir, aku tidak memiliki kendala. Bahkan waktu aku bimbingan tak banyak kesalahan yang perlu perbaikan. Begitu juga dengan pengACC-an setiap babnya, benar-benar Allah melancarkan jalanku menyelesaikan tugas. Skripsiku selesai sebulan lebih cepat dari targetku. Benar-benar menakjubkan, tentu saja!

Tidak sampai di situ saja, bahkan Allah masih memberiku jalan ketika ujian skripsi dimulai. Setiap pertanyaan dosen penguji utama kulahap dengan santai dan penuh keyakinan. Finalnya, aku mendapat nilai tertinggi dari dosen tersebut, yang kata beberapa alumni, dosen tersebut tidak pernah memberikan nilai A ke sembarang mahasiswa. Mendengar hal itu, aku bersyukur kepada Allah dengan keajaiban yang Dia berikan padaku.

Oh iya, lagi-lagi pertolongan Allah masih datang padaku bahkan setelah aku lulus kuliah. Pihak kampus memberiku kabar bahwa kalau aku bersedia, pihak kampus akan mengajukan beasiswa S2 untukku dengan pilihan kuliah antara di Surabaya atau Malang. Namun sayangnya, aku menolak karena saat itu aku ingin cepat-cepat bekerja. Supaya tidak lagi membebani orang tua, begitu pikirku. Kebetulan selama kuliah Sarjana, aku dibiayai oleh saudara, jadi, bagiku sudah lulus sarjana saja sudah lebih dari cukup. Biarlah suatu saat nanti aku akan melanjutkan jenjang PascaSarjanaku setelah aku punya pengalaman bekerja.

Oh iya, keajaiban sedekah yang kualami bukan hanya soal skripsi, wisuda atau tawaran beasiswa S2, akan tetapi masih ada lagi. Yaitu setelah lulus kuliah, aku mendapatkan tempat kerja dengan begitu mudah. Bahkan sebelum aku melamar, lembaga pendidikan itulah yang menawariku pekerjaan. Alhamdulillah sudah bertahan hingga masuk tahun ke 6. Kupikir itulah keajaiban-keajaiban dari apa yang kurutinkan selama kuliah. Yaitu berkat sedekah.

Mungkin itu saja kisah pengalamanku tentang sedekah. Bukan untuk Riya' atau pamer, tapi sekedar berbagi pengalaman supaya kita selalu yakin bahwa Allah tidak akan pernah mengingkari janjinya. Sungguh luar biasa keajaiban sedekah ini, Kawan! Kalau kamu tidak percaya, buktikan saja.

See you next time... 😉
Sampang, 5 Januari 2017.
Menjelang siang.
***