Kamis, 23 Maret 2017

Sudut Kota Tua Surabaya


Selamat pagi, siang, sore, atau malam, ya Guys. Postingan kali ini terkait janjiku tempo hari buat menulis tentang beberapa sudut kota tua Surabaya yang kukunjungi. Yup, sejak tahun lalu aku suka sekali mengamati setiap lekuk bangunan tua yang ada di Indonesia. Tentu saja bukan mengamati secara langsung, melainkan dari beberapa video di bang Yusup, eh, Yutube maksudnya :D hingga ke beberapa blog teman-teman. Sebenarnya bukan hanya tahun lalu sih, tapi sejak masih kuliah aku sudah suka mengamati keartistikan bangunan peninggalan kolonial Belanda itu. Acapkali berkunjung ke kota Pamekasan Madura bersama teman kuliah, aku sering sekali berlama-lama duduk di torotoar hanya untuk mengamati bangunan-bangunan unik itu.

Sempat terbersit dalam hati bahwa aku ingin mengunjungi beberapa tempat bernuansa herritage itu dari lokasi yang terdekat (di luar Madura), maksudnya tempat yang bisa dijangkau oleh waktu yang cukup singkat. Maklum, aku nyaris nggak punya waktu libur panjang untuk jalan-jalan ke luar Madura kecuali memang masa libur sekolah alias libur semesteran. Beruntung awal Pebruari lalu aku bisa mencuri waktu untuk cuti kerja selama dua hari, sehingga aku bisa menyisiri beberapa sudut kota tua yang ada di Surabaya Utara yang kebetulan berdekatan dengan rumah kakakku yang tinggal di sana. Alhasil, kupersiapkan beberapa keperluan untuk bisa menunaikan salah satu keinginanku merekam sudut-sudut kota tua yang nyaris bersembunyi di ruang hati dan pikiranku.

Sebenarnya tujuanku ke Surabaya karena ada satu keperluan. Satu hal penting dalam perjalananku kali ini adalah aku akan mengurus perpanjangan STNK dan pajak motor yang memang bernomor polisi Surabaya. Jadi, sambil menyelam minum air, begitulah istilahnya. Hahaha...

Oke, sebelum mengerjakan keperluan motor, aku terlebih dulu memilih jalan-jalan mengelilingi beberapa sudut kota Surabaya. Pertama, aku memacu motorku melewati Jalan H. Mansur. Di sana aku menemukan beberapa bangunan tua perpaduan Arab dan Eropa. Namun, lebih banyak unsur Arabnya. Dulu, kawasan ini merupakan kawasan padat yang dihuni beberapa masyarakat kampung Arab, bahkan jika suatu saat kalian berkunjung ke daerah ini, tak sedikit ada warga berhidung mancung keturunan Arab yang beraktivitas. Kampung Arab ini berada di sekitar kawasan Kali Mas, dengan Sunan Ampel sebagaj pusatnya.

Sore itu aku berniat membeli kebab di salah satu sudut jalan H. Mansur sebelah selatan. Ketika duduk mengantri, ternyata secara tidak sengaja menemukan bangunan tua yang menurutku unik dan menarik. Namanya Hotel Kemadjuan. Hotel ini bercat warna putih berpadu dengan warna hijau di beberapa ujung lekukan bangunannya. Begitu aku mendekati bangunan itu, aku baru tahu bahwa bangunan itu dibangun sejak pemerintahan VOC, yaitu tahun 1928.


Gambar Hotel Kemajuan (From: http://mapio.net/pic/p-89995584/)


Selanjutnya aku menuju kawasan Jalan Rajawali. Di sana lebih banyak lagi bangunan lama khas Eropa. Sayang sekali tak banyak gambar yang bisa kuambil karena baterai ponselku menipis. Namun, bukan berarti aku nggak bisa menikmati keindahan kota ini dengan mataku sendiri. Di sebelah barat Jembatan Merah itu banyak sekali berdiri beberapa bangunan khas Eropa yang notabene berpintu dan jendela berukuran besar. Seperti Gedung Cerutu, Museum De Javasche Bank, serta Hotel Ibis Rajawali Surabaya. Berhubung kala itu aku nggak bisa mengabadikan sudut bangunan dengan kamera pribadi, terlebih karena waktu yang sudah masuk malam hari, akhirnya aku putuskan untuk balik ke rumah kakak. Tapi insyaallah kapan-kapan aku akan berkunjung lagi ke kawasan itu untuk mengenal lebih jauh tentang sejarah pembangunan dan apa fungsi gedung itu. Sekarang, aku pasang beberapa gambar yang kucomot dari beberapa blog sebagai gambaran buat kalian yang penasaran dengan bangunan-bangunan yang kumaksud di atas.

Gambar yang kucomot dari Pak Google.
Bekas Gedung Javasche Bank (from: http://junantoherdiawan.com/tag/gedung-eks-de-javasche-bank/)
Hotel Ibis Surabaya (from: http://insurabaya.blogspot.co.id/2013/07/alamat-telepon-tarif-hotel-ibis-surabaya.html)
Gedung Cerutu (from: http://farizahaqie.blogspot.co.id/2014/08/surabaya-malang-bromo-batu-bagian-22.html)


Oke, mungkin itu saja ya guys. Sambung lain waktu. Semoga bermanfaat. :D

Pulau Garam, Madura.
14 Maret 2017,
Menjelang pagi.
***

Sabtu, 04 Maret 2017

Sudut Kota Lama Sampang


Hai guys, sehat? Semoga kalian semua masih dalam lindungan Tuhan ya. Amin.

Ngomong-ngomong, kemarin (Jumat, 3 Maret 2017) kan aku nggak ngajar tuh. Eit, jangan salah sangka dulu. Bukan berarti aku bolos kerja loh ya, tetapi karena hari itu memang aku lagi nggak ada jadwal mengajar. Nah, seperti hari-hari libur biasanya, aku pun bersantai ria di rumah sambil nonton tipi atau kalau banyak kerjaan ya sambil kuselesaikan saat itu juga. Beruntung hari itu aku nggak banyak tugas sehingga kegiatan satu-satunya hanyalah mengamati acara tipi di rumah. Sekitar pukul 09.00 WIB, sepupuku datang ke rumah. Sebenarnya dia sedang berkunjung ke rumah Umminya, tapi karena rumah sang ummi bersebelahan dengan rumahku, akhirnya dia pun mampir.

Singkat cerita, sekitar pukul 10.00 WIB sepupuku itu mau pulang ke rumahnya. Dia mengajakku main ke rumahnya dengan alasan aku nggak pernah main semenjak rumah barunya selesai dibangun. Berhubung aku memang lagi nggak ada kerjaan dan nggak ada alasan buat nolak, akhirnya aku memenuhi ajakannya. Pikirku, sekalian silaturahmi dan nunggu waktu shalat Jumat yang masih kurang beberapa jam.

Berangkatlah kami menuju rumah sepupu yang terletak di sebelah timur Jl. Syuhadak. Kira-kira 3-4 kilometer dari rumah. Sepupuku boncengan bareng istri dan anak perempuannya, sementara aku sendiri mengendarai motor merah kesayangan. Jalanan kota Sampang saat itu cukup padat. Namun, bukan berarti menghambat laju motor kami berdua.

Begitu memasuki Jl. Melati, sesupuku berhenti secara tiba-tiba. Saat kutanya kenapa, ternyata istrinya hendak membeli beberapa barang dagangan. Terpaksa aku pun ikut menepikan motor di samping gedung tua yang kebetulan disebut Toko Banjir itu. Begitu mematikan mesin motor dan menghadap ke arah seberang, diam-diam bola mataku menangkap sebuah pemandangan yang baru kusadari siang itu. Yaitu, salah satu sudut bangunan lama peninggalan zaman kolonial Belanda. Ahaiii...

Jujur saja, aku sedikit tersenyum dalam hati. Sebab, selama ini aku sering melewati jalan itu, tapi sama sekali tidak pernah menyadari bahwa ada sudut kota yang lumayan sayang untuk diabaikan. Pikiranku langsung mengingat suatu peristiwa ketika aku ke Surabaya awal bulan Pebruari lalu. Ketika aku secara tanpa sengaja juga menemukan gedung lama bersejarah tepat ketika sedang membeli kebab di Jalan H. Mansur, kawasan Sunan Ampel sebelah barat. Yaitu, bangunan tua bernama Hotel Kemajuan yang dibangun sekitar tahun...... (Untuk kisah di Surabaya ini kapan-kapan aku ceritain di postingan berbeda ya :D).

Nah, sebagai pemuda yang suka sekali dengan panorama Kota Lama, aku langsung meminta tolong sepupu untuk mengambil gambarku dengan salah satu sudut bangunan yang menurutku khas. Yaitu di dekat jendela. FYI, entah mengapa beberapa bulan terakhir aku suka banget sama yang namanya kota tua. Bagiku, panorama kota tua sungguh sangat eksotik dan tak ada tandingannya.

Oh iya, bangunan tua yang kuambil gambarnya itu sebenarnya toko kitab. Dulu sewaktu aku masih kecil, aku sempat ikut kakak masuk ke toko itu untuk membeli tafsir Qur'an. Dan tampaknya sekarang sudah beralih fungsi menjadi tempat tinggal. Di sebelah utara, tempat parkir motorku, ada juga bangunan tua yang sudah kusebut tadi yaitu Toko Banjir. Desain bangunannya nyaris sama dengan bangunan bekas toko Kitab. Ada unsur Eropa dan Arab. Kebanyakan penampakan dari luar terlihat kurang terawat dengan benar. Hanya saja, jendela di Toko Banjir sedikit lebih modern karena diganti oleh kaca putih bening, sedangkan yang di toko kitab masih menggunakan kayu sebagai ventilasi dan daun jendelanya. Bagian atas bangunan Toko Banjir juga tampak baru saja dicat warna putih sehingga sedikit terlihat lebih bersih.

Berikut beberapa foto yang sempat kuabadikan. :D Mungkin itu aja yang bisa kubagikan untuk kalian. Thanks udah mau membaca blog sederhana ini, Kawan. Minta doa dan dukungannya semoga aku masih semangat menulis dan berkarya. Amin dah.

Kamar inspirasiku.
Tengah Malam,
Pulau Garam, Madura.
***
Bekas Toko Kitab

Toko Banjir

Pengalaman Mengikuti UKBI di Sampang

Hello guys, apa kabar? Semoga kalian pada sehat semua ya, amin. Oke, kali ini aku bakal sharing mengenai pengalamanku tempo hari mengikuti Ujian Kemahiran Berbahasa Indonesia. Atau, yang sering dikenal dengan istilah UKBI. Nah loh, sudah tahu nggak nih tentang UKBI? Pasti masih ada yang belum paham kan? Hehehe...

Sebelumnya aku mau cerita sedikit gimana sih awalnya kok aku bisa nyemplung (Nyemplung? Emangnya apaan pakai nyemplung segala, As? Hehehe :P) ikutan UKBI ini. Kupikir, kesempatan ini adalah salah satu skenario Tuhan yang ditujukan untukku. Sebab, mendengar informasinya saja berawal dari ketidaksengajaan. Awalnya aku datang ke sebuah acara pengajian dan bertemu seorang teman lama. Di tengah obrolan, dia pun bertanya perihal informasi yang secara tidak sengaja dia lihat di laman grup facebook beberapa hari lalu. Aku kaget sekaligus penasaran dengan pertanyaan teman lamaku itu, sehingga, sepulang dari acara pengajian, aku langsung mencari informasi yang dimaksud temanku itu.

Benar, namaku tertera di salah satu deret nama beberapa guru se-kabupaten Sampang mengikuti UKBI pada hari Rabu, 22 Pebruari 2017. Deretan nama itu tertera atas dasar peserta yang telah lolos UKG (Ujian Kompetensi Guru) yang pernah aku ikuti akhir 2015 lalu. Jadi, sudah terbayang kan bagaimana perasaanku saat itu. Aku merasa bahagia karena pertama, aku lulus UKG dan yang kedua, bisa kembali mengikuti kegiatan di luar sekolah dan berkumpul bersama orang-orang baru, tentu saja. Terlebih, deretan nama yang tertera di layar ponsel itu lebih banyak guru PNS daripada guru honorer sepertiku.

Akhirnya setelah kurang lebih tiga hari menunggu, waktu ujian pun tiba juga. Tepat pukul 07.15 WIB kutarik gas motor menuju Jalan Rajawali tempat lokasi acara berlangsung. Rupanya pagi itu beberapa guru sudah ada yang datang dan menunggu di depan tangga menuju aula. Aku bertemu dengan beberapa teman sesama guru Bahasa Indonesia yang sudah lama tidak bertemu. Setelah berbincang beberapa saat, kami pun masuk ke aula lantai dua, setelah registrasi kehadiran, tentu saja.

Aku kebagian nomor meja 00015, duduk bersama ibu guru senior PNS yang mengajar di sebuah sekolah Negeri jenjang SMP. Tak lama kemudian Pak Kepala Dinas Pendidikan Sampang, Ketua Korpri sekaligus sekretaris daerah, dan Ketua Balai Bahasa Jawa Timur (Drs. Amir Mahmud, M.M.Pd) datang untuk membuka acara. Seluruh peserta ujian yang berjumlah kurang lebih seratus orang itu pun menyimak dengan penuh antusias.

Menurut Ketua Balai Bahasa Jawa Timur, Pak Amir Mahmud, dalam pidato pembukaannya, warga Indonesia sudah mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, namun kurang mahir. Maksudnya, kurang mahir di sini jika dikaitkan dengan ejaan atau kaidah yang berlaku. Kita, warga Indonesia kebanyakan lebih suka menggunakan bahasa sehari-hari yang lebih simpel, sehingga terkadang lupa tentang tata kaidah yang sudah ditetapkan. Bahkan yang lebih parah, tak sedikit generasi muda yang malah lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa tempat tinggalnya sendiri. Kalau hal ini terus-menerus dibiarkan, maka kemungkinan besar bahasa Indonesia akan semakin punah dan tergerus oleh zaman sehingga ujung-ujungnya hilang. Sebagai seorang pendidik, para guru juga harus ikut andil dalam melestarikan bahasa Indonesia terlebih jika berkomunikasi dengan generasi muda yang notabene adalah peserta didik mereka.

Selanjutnya, lagi-lagi menurut beliau, jika warga Indonesia ingin menempuh pendidikan di negara asing, atau untuk bekerja ke luar negeri, maka mereka terlebih dahulu harus mengikuti tes Bahasa Inggris yang sering dikenal dengan Toefl. Jadi, sebagai bentuk perhatian kita, apakah Indonesia tidak bisa membuat ujian serupa jika seandainya ada warga asing ingin bekerja di Indonesia? Seperti itulah kira-kira dasar tujuan diadakannya UKBI ini. Alhamdulillah, kata Pak Amir, UKBI sudah diikuti kurang lebih 23 negara terutama bagi mereka yang ingin bekerja maupun studi di Indonesia. Keren banget kan?

Panitia juga penjelaskan bahwa UKBI ini ada lima seksi ujian. Yaitu seksi I: ujian Mendengarkan, seksi II: Merespon Kaidah, sedangkan seksi ke III: Membaca, kemudian ke IV: Menulis, dan ke V: Berbicara. Dengan perasaan gugup, aku mengikuti ujian pertama yaitu Mendengarkan. Tentu saja dengan jumlah pertanyaan sebanyak 40 butir soal.

Jika kamu bertanya bagaimana perasaanku melewati ujian ini, dengan tegas aku katakan bahwa kepalaku langsung pusing begitu  sampai di soal nomor 6 ke atas. Ternyata eh ternyata, ujian ini perlu konsentrasi penuh sehingga aku tidak bisa melewatinya. Dengan kata lain, aku langsung down untuk melanjutkan hingga seksi Mendengarkan ini selesai.

Panitia memutar sebuah monolog atau dialog dengan satu kali putaran. Sementara monolog dan dialog itu berlangsung, peserta UKBI harus fokus menjawab beberapa pertanyaan yang tersedia. Di sinilah letak kesulitanku. Sepertinya antara soal yang tertera di hadapanku dengan monolog atau dialog yang diputar panitia telah membuat konsentrasiku terpecah belah. Buyar. Terlebih adanya beberapa soal yang urutannya tidak sama dengan urutan percakapan yang diperdengarkan.

Seksi ke II adalah merespon kaidah dalam berbahasa Indonesia. Seksi ini berisi kurang lebih 25 butir soal. Dalam seksi ini kami diharuskan memperbaiki beberapa percakapan yang dianggap salah atau kurang benar. Pada bagian inilah otakku kembali bisa beristirahat setelah kebingungan dengan seksi pertama. Pelan-pelan aku bisa menjawab beberapa soal itu dengan cukup santai. Karena menurutku soal-soalnya cukup mudah jika dibandingkan dengan soal di seksi pertama tadi.

Sementara di seksi III, aktifitas otakku kembali diuji dengan deretan teks berbagai tema untuk menjawab soal-soal yang berjumlah 40 butir itu. Tentu saja dengan durasi waktu yang cukup cepat, menurutku. Namun, insyaallah aku bisa melewatinya dengan baik.

Terakhir seksi IV dan V yaitu Menulis dan Berbicara. Untuk menulis para peserta diberi beberapa gambar untuk diubah ke bentuk tulisan sesuai dengan imajinasi masing-masing peserta ujian. Mungkin ini tak ubahnya dengan tugas mengarang, sehingga kemungkinan beberapa guru sedikit lebih santai menjawabnya. Untuk seksi Berbicara jelas tidak jauh berbeda dengan keseharian peserta dalam mengobrol dengan seseorang. Bisa jadi inilah seksi yang cukup mudah dari semua seksi yang diujikan. Tapi lepas dari semuanya, tetap saja aku merasa kurang puas mengikuti UKBI kali ini. Terutama untuk seksi mendengarkan. Bahkan sempat terbersit dalam benakku bahwa aku ingin mengulanginya sekali lagi supaya bisa mendapatkan nilai yang lebih memuaskan.
Berikut kurang lebih tabel acaranya:
Copas dari web UKBI



Oh iya, peserta yang sudah mengikuti UKBI ini akan mendapat sertifikat yang berisi nama, peringkat beserta skor yang diperoleh dari hasil ujian yang telah dijalani. Ada beberapa peringkat, yaitu: istimewa (725-800), sangat unggul (641-724), unggul (578-640), madya (482-577), semenjana (405-481), marginal (326-404) dan terbatas (251-325).
Mungkin itu saja pengalaman yang bisa kuceritakan. Sampai tulisan ini kuposting, aku masih menunggu sertifikat hasil ujianku keluar. Semoga tidak mengecewakan. Akhirulkalam, semoga bermanfaat buat sahabat sekalian.

Pulau Garam, Madura.
Menjelang malam.
***