Selasa, 25 Juni 2019

Jejak di UWKS


Setiap pengalaman pasti menorehkan kenangan di hati kita. Setiap tempat pasti menyimpan seribu cerita tatkala kita datang mengunjunginya. Seperti itulah kira-kira yang aku rasakan ketika mengunjungi sebuah tempat yang akan aku ceritakan dalam postingan kali ini.

Nama tempatnya adalah Kampus UWKS alias Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Lho? Kok UWKS? Memangnya ada apa di sana? Hihihihi.....

Oke-oke, sebenarnya aku ke UWKS itu atas dasar sebuah ketidaksengajaan. hah? Yup, Sekitar bulan Maret 2019 lalu aku menemukan informasi tentang lomba baca puisi di media sosial. Tanpa membaca secara detail, kubagikan info itu di grup whatsapp sekolah tempatku mengajar (MA Nurudz Dholam Kedungdung), dan saat itu tidak ada satu anggota pun yang merespon kiriman tersebut. Aku juga tidak menanggapinya secara serius. Toh, membagikan informasinya saja cuma iseng, pikirku. Akan tetapi setelah beberapa hari berlalu, kepala sekolah memintaku memilih beberapa orang siswa untuk diikutkan dalam lomba tersebut. Tak pelak aku terkejut mendengarnya  dan mengecek lokasi lomba yang ternyata di kota Surabaya.

Aku coba memberikan pertimbangan kepada kepala sekolah tentang lokasi dan biaya yang akan dikeluarkan. Namun tampaknya pak kepala sekolah sudah yakin dan akan membiayai semua akomodasinya. Maklum, kupikir karena sekolah kami letaknya di tengah pedesaan. Serta masih kategori "sekolah baru" pula. Namun aku salut dengan semangat pihak sekolah yang ingin memajukan lembaga pendidikan ini. Sehingga singkat cerita terpilihlah 4 orang siswi bernama Elsa Mayori, Nur Fadila, Hofifah, dan Maulidia yang akan kami kirim ke Surabaya mengikuti lomba baca puisi tingkat Jawa Timur. FYI, kebetulan pada bulan Desember lalu Elsa Mayori pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat kabupaten Sampang (acara Aksioma) juara 2. Atas dasar itulah kami berharap lomba di UWKS bisa meraih keberuntungan yang sama seperti pengalaman sebelumnya.

Lomba dilaksanakan pada tanggal 9 April 2019. Yang paling mencengangkan, kami harus berada di lokasi lomba tepat pukul 07.15 WIB. Di sinilah kisah kami dimulai... Sebuah perjuangan (cukup) panjang kami lalui sebagai pengalaman baru sekolah kami...

Sebelumnya, FYI lagi, sekolah kami terletak di pedalaman desa Kedungdung, Sampang. Tepatnya di daerah dusun Bejuh yang jika pembaca mau ke sana butuh perjuangan karena selain jalannya berbatu (saat tulisan ini dibuat), dan terkadang tanjakan serta turunan. Kanan-kiri perpaduan sawah dan ladang dengan dihiasi pohon-pohon liar. Tapi meski begitu, sekali lagi semangat peserta didik untuk menuntut ilmu perlu diacungi jempol alias tak perlu diragukan lagi. Semangat yang membara dari lubuk hati terdalam, insyaallah. Maka dari itu, untuk tiba di Surabaya pagi hari, tepat pada tanggal 9 April 2019 kami perlu berangkat pukul 3 pagi dari Sampang. Ketika sang matahari pagi belum benar-benar keluar dari peraduannya.

Perjalanan di pagi buta menuju Surabaya itu cukup lancar, tidak seperti yang kami khawatirkan sebelumnya yaitu macet di beberapa titik jalan. Tepat setelah adzan Subuh berkumandang, kami tiba di kawasan Surabaya Utara, dan untuk sholat Subuh kami mampir di masjid As-Shiddiq Jl. Kedung Cowek yang lokasinya kurang lebih hanya 1,5 kilometer dari jembatan Suramadu. Sesekali ada beberapa orang yang mandi pagi dan mempersiapkan diri di sana. Begitu selesai, kami langsung menuju lokasi perlombaan.

Foto di kawasan Islamic Center Surabaya
Rupanya pukul 6.30 kami tiba di sebuah kawasan Islamic Center Surabaya. Berhubung perut kami sudah lapar, kami memutuskan untuk singgah di Islamic Center Surabaya untuk sarapan sekaligus mengganti pakaian bagi peserta didik yang ikut lomba baca puisi. Kami mengisi perut di halaman luar gedung layaknya pengungsi duduk lesehan dekat parkiran. Walau dalam kesederhanaan, kami tetap semangat mengisi perut dan menambah pengetahuan. Yup, seusai makan, sesekali kami keliling lokasi Islamic Center sembari mengabadikan momen tersebut dalam mata kamera ponsel. Kami baru tahu ternyata gedung tersebut bukan hanya gedung serbaguna, tapi juga tersedia penginapan. Hanya 15-20 menit saja kami singgah di sana, karena kami harus kembali melanjutkan perjalanan untuk mencari lokasi kampus UWKS secepatnya.

Bersyukur kami tiba sesuai perkiraan, yaitu 15 menit sebelum pukul 07.30 wib. Panitia memberikan arahan untuk daftar ulang dan mengambil nomer undian tampil. Saat itu kami tahu bahwa peserta berjumlah sekitar 110 orang dari berbagai sekolah se-Jawa Timur. Ada yang dari Malang, Banyuwangi, Sidoarjo, dan tentu saja Surabaya. Jika dari Madura, sepertinya hanya sekolah kami saja. Sebuah doa terbersit di benak saya selaku guru pendamping, semoga anak didik kami masuk jadi juara. Amin.

Aula Kampus UWKS


Keikutsertaan kami dalam lomba baca puisi tersebut sebenarnya untuk mengasah rasa percaya diri untuk tampil di depan umum. Selain itu juga ingin mendapatkan pengalaman lebih dari sebelum-sebelumnya. Jika Allah memberi rezeki kami bisa meraih juara, itu adalah bentuk hadiah terindah dari-Nya. Intinya, kalau menang Alhamdulillah, kalah juga harus tetap semangat. Alias harus tetap bersyukur alhamdullilah juga. hehehe...

Elsa sebagai penampil pertama dari keempat keempat peserta yang kami bawa, yaitu dengan nomer dada 18. Nur Fadila kebagian nomer dada 24, Maulidia 34 dan Hofifah di nomer 44. Keseluruhan penampilan mereka bagus. Sungguh diluar dugaan, karena ternyata mereka lebih percaya diri jika dibandingkan saat latihan. Mungkin karena dalam aula tersebut berkumpul para pesaing, sehingga muncul aura-aura persaingan di hati peserta didik yang berefek memompa semangat peserta didik kami untuk menampilkan yang terbaik.

Dari 110 peserta dipilih sekitar 20 orang untuk tampil di babak kedua, dan harus menampilkan pembacaan puisi pilihan. Peserta didik kami harus bisa berlapang dada karena tidak bisa masuk ke babak 20 besar. Kecewa? Mungkin iya. Tapi seperti yang saya katakan tadi, kalah menang harus tetap semangat. Kami keluar ruangan dengan senyuman terukir di wajah. Sebuah pengalaman baru telah terekam di benak kami semua. Sebelum bertolak ke Sampang, kami sempatkan keliling halaman kampus untuk menambah inspirasi dan pengetahuan, karena secara kebetulan hujan turun dengan begitu lebat. Kami menganggap hujan itu adalah Rahmat dari Allah.

Ziarah ke makam Sunan Ampel adalah penutup perjalanan kami hari itu, tentu saja sebelum benar-benar kembali ke Sampang Madura. Inti dari perjalanan kami hari itu, pengalaman adalah pelajaran berharga dalam hidup kita. Pengalaman tak bisa tergantikan oleh uang. Tak tergantikan dengan apapun. Tekad kami saat dalam perjalanan pulang, "Semoga tahun depan kami bisa membawa piala kejuaraan lomba puisi tersebut ke Madura!".
Amin.

Sampang, Juni 2019.
***

Depan pintu masuk Aula UWKS
 
Depan kampus UWKS
Kawasan Islamic Center Surabaya
Kawasan Islamic Center Surabaya