Setiap pengalaman pasti menorehkan kenangan di
hati kita. Setiap tempat pasti menyimpan seribu cerita tatkala kita datang mengunjunginya. Seperti itulah kira-kira yang aku rasakan
ketika mengunjungi sebuah tempat yang akan aku ceritakan dalam postingan kali
ini.
Nama tempatnya adalah Kampus UWKS alias Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya. Lho? Kok UWKS? Memangnya ada apa di sana?
Hihihihi.....
Oke-oke, sebenarnya aku ke UWKS itu atas dasar sebuah
ketidaksengajaan. hah? Yup, Sekitar bulan Maret 2019 lalu aku menemukan informasi tentang lomba baca puisi di media
sosial. Tanpa membaca secara detail,
kubagikan info itu di grup whatsapp sekolah tempatku
mengajar (MA Nurudz Dholam
Kedungdung), dan saat itu tidak ada satu anggota pun yang merespon
kiriman tersebut. Aku juga tidak menanggapinya
secara serius. Toh, membagikan informasinya saja cuma iseng, pikirku. Akan tetapi setelah beberapa hari berlalu, kepala sekolah memintaku memilih beberapa orang siswa untuk diikutkan
dalam lomba tersebut. Tak pelak aku
terkejut mendengarnya dan mengecek lokasi
lomba yang ternyata di kota Surabaya.
Aku coba memberikan
pertimbangan kepada kepala sekolah tentang lokasi dan biaya yang akan dikeluarkan.
Namun tampaknya pak kepala sekolah sudah yakin dan akan membiayai semua akomodasinya.
Maklum, kupikir karena sekolah kami letaknya di tengah pedesaan. Serta masih kategori
"sekolah baru" pula. Namun aku salut dengan semangat pihak sekolah yang
ingin memajukan lembaga pendidikan ini. Sehingga singkat cerita terpilihlah 4 orang
siswi bernama Elsa Mayori, Nur Fadila, Hofifah, dan Maulidia yang akan kami kirim ke Surabaya mengikuti
lomba baca puisi tingkat Jawa Timur. FYI, kebetulan pada bulan
Desember lalu
Elsa Mayori pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat kabupaten Sampang (acara
Aksioma) juara 2. Atas dasar itulah kami berharap lomba di UWKS bisa meraih keberuntungan
yang sama seperti pengalaman sebelumnya.
Lomba dilaksanakan pada tanggal 9 April 2019.
Yang paling mencengangkan, kami harus berada di lokasi lomba tepat pukul 07.15
WIB. Di sinilah kisah kami dimulai... Sebuah perjuangan (cukup) panjang kami lalui sebagai pengalaman baru sekolah kami...
Sebelumnya, FYI lagi,
sekolah kami terletak di pedalaman desa Kedungdung, Sampang. Tepatnya di daerah
dusun Bejuh yang jika pembaca mau ke sana butuh perjuangan karena selain
jalannya berbatu (saat tulisan ini dibuat), dan terkadang tanjakan serta turunan. Kanan-kiri
perpaduan sawah dan ladang dengan dihiasi pohon-pohon liar. Tapi meski begitu,
sekali lagi semangat peserta didik untuk menuntut ilmu perlu diacungi jempol
alias tak perlu diragukan lagi. Semangat yang membara dari lubuk hati terdalam,
insyaallah. Maka dari itu, untuk tiba di Surabaya pagi hari, tepat pada tanggal
9 April 2019 kami perlu berangkat pukul 3 pagi dari Sampang. Ketika sang matahari
pagi belum benar-benar keluar dari peraduannya.
Perjalanan di pagi buta
menuju Surabaya itu cukup lancar, tidak seperti yang kami khawatirkan sebelumnya
yaitu macet di beberapa titik jalan. Tepat setelah adzan Subuh berkumandang,
kami tiba di kawasan Surabaya Utara, dan untuk sholat Subuh kami mampir di
masjid As-Shiddiq Jl. Kedung Cowek yang lokasinya kurang lebih hanya 1,5
kilometer dari jembatan Suramadu. Sesekali ada beberapa orang yang mandi pagi dan
mempersiapkan diri di sana. Begitu selesai, kami langsung menuju lokasi perlombaan.
|
Foto di kawasan Islamic Center Surabaya |
Rupanya pukul 6.30 kami
tiba di sebuah kawasan Islamic Center Surabaya. Berhubung perut kami sudah
lapar, kami memutuskan untuk singgah di Islamic Center Surabaya untuk sarapan
sekaligus mengganti pakaian bagi peserta didik yang ikut lomba baca puisi. Kami
mengisi perut di halaman luar gedung layaknya pengungsi duduk lesehan dekat parkiran.
Walau dalam kesederhanaan, kami tetap semangat mengisi perut dan menambah
pengetahuan. Yup, seusai makan, sesekali kami keliling lokasi Islamic Center sembari
mengabadikan momen tersebut dalam mata kamera ponsel. Kami baru tahu ternyata
gedung tersebut bukan hanya gedung serbaguna, tapi juga tersedia penginapan.
Hanya 15-20 menit saja kami singgah di sana, karena kami harus kembali melanjutkan
perjalanan untuk mencari lokasi kampus UWKS secepatnya.
Bersyukur kami tiba
sesuai perkiraan, yaitu 15 menit sebelum pukul 07.30 wib. Panitia memberikan
arahan untuk daftar ulang dan mengambil nomer undian tampil. Saat itu kami tahu
bahwa peserta berjumlah sekitar 110 orang dari berbagai sekolah se-Jawa Timur.
Ada yang dari Malang, Banyuwangi, Sidoarjo, dan tentu saja Surabaya. Jika dari
Madura, sepertinya hanya sekolah kami saja. Sebuah doa terbersit di benak saya selaku
guru pendamping, semoga anak didik kami masuk jadi juara. Amin.
|
Aula Kampus UWKS |
Keikutsertaan kami dalam
lomba baca puisi tersebut sebenarnya untuk mengasah rasa percaya diri untuk
tampil di depan umum. Selain itu juga ingin mendapatkan pengalaman lebih dari sebelum-sebelumnya.
Jika Allah memberi rezeki kami bisa meraih juara, itu adalah bentuk hadiah
terindah dari-Nya. Intinya, kalau menang Alhamdulillah, kalah juga harus tetap
semangat. Alias harus tetap bersyukur alhamdullilah juga. hehehe...
Elsa sebagai penampil
pertama dari keempat keempat peserta yang kami bawa, yaitu dengan nomer dada
18. Nur Fadila kebagian nomer dada 24, Maulidia 34 dan Hofifah di nomer 44.
Keseluruhan penampilan mereka bagus. Sungguh diluar dugaan, karena ternyata
mereka lebih percaya diri jika dibandingkan saat latihan. Mungkin karena dalam
aula tersebut berkumpul para pesaing, sehingga muncul aura-aura persaingan di
hati peserta didik yang berefek memompa semangat peserta didik kami untuk
menampilkan yang terbaik.
Dari 110 peserta dipilih
sekitar 20 orang untuk tampil di babak kedua, dan harus menampilkan pembacaan
puisi pilihan. Peserta didik kami harus bisa berlapang dada karena tidak bisa
masuk ke babak 20 besar. Kecewa? Mungkin iya. Tapi seperti yang saya katakan
tadi, kalah menang harus tetap semangat. Kami keluar ruangan dengan senyuman
terukir di wajah. Sebuah pengalaman baru telah terekam di benak kami semua.
Sebelum bertolak ke Sampang, kami sempatkan keliling halaman kampus untuk
menambah inspirasi dan pengetahuan, karena secara kebetulan hujan turun dengan
begitu lebat. Kami menganggap hujan itu adalah Rahmat dari Allah.
Ziarah ke makam Sunan
Ampel adalah penutup perjalanan kami hari itu, tentu saja sebelum benar-benar
kembali ke Sampang Madura. Inti dari perjalanan kami hari itu, pengalaman
adalah pelajaran berharga dalam hidup kita. Pengalaman tak bisa tergantikan
oleh uang. Tak tergantikan dengan apapun. Tekad kami saat dalam perjalanan
pulang, "Semoga tahun depan kami bisa membawa piala kejuaraan lomba puisi tersebut
ke Madura!".
Amin.
Sampang, Juni 2019.
***
|
Depan pintu masuk Aula UWKS |
|
Depan kampus UWKS
|
|
Kawasan Islamic Center Surabaya
|
|
Kawasan Islamic Center Surabaya
|