Kamis, 12 September 2019

Catatan Kegiatan Lomba Baca Puisi Pemuda-Pemudi Wibawa Sampang




Aura persaingan kembali menggema dalam aula kantor satpol PP kota Sampang tanggal 10 September 2019. Tentu saja perihal lomba baca puisi yang diadakan pada hari itu. Sejumlah kurang lebih 51 peserta dari berbagai lembaga pendidikan tingkat SMP dan SMA mengikuti acara tersebut, salah satunya sekolah tempat saya mengajar, yaitu MA Nurudz Dholam.

Sebenarnya sehari sebelumnya, tanggal 9 September di lokasi yang sama juga diadakan lomba pembacaan UUD 1945 namun peserta dari MA Nurudz Dholam belum beruntung meraih juara.
Lomba baca puisi ini cukup menarik. Sebab, tema yang diambil adalah puisi perjuangan. Sejak ditunjuk oleh kepala sekolah untuk memilih siswa yang akan diikutkan, saya sibuk memutar otak memilih puisi apa yang akan dilombakan nanti. Kebetulan panitia memberikan kebebasan untuk peserta memilih puisi yang mau ditampilkan, sehingga setelah dipikir dan ditimbang secara matang, akhirnya puisi karya Sutardji Calzoum Bahri yang berjudul "Tanah Air Mata" yang saya pilih untuk siswi tingkat SMA dan "Lagu Seorang Gerilya" karya WS. Rendra untuk tingkat SMP. Kebetulan di sekolah kami selain ada jenjang MA, ada pula jenjang SMP. Dengan kata lain saya harus mengajari keduanya dengan teknik yang berbeda dalam waktu satu Minggu saja. Hehehe bismillah....

Lomba baca puisi dimulai pada pukul 08.00 wib. Siswi MA Nurudz Dholam mendapatkan nomor undian 30, dan siswi SMP nomor undian 15. Saya beberapa kali melihat data sekolah yang mengikuti perlombaan dan sempat menandai beberapa nama sekolah yang patut dijadikan acuan persaingan. Ada beberapa teman seperjuangan yang saya kenal dalam ruangan itu, tentu saja mereka juga mendampingi peserta didiknya masing-masing.

Penampilan pertama dibuka oleh peserta didik dari desa Camplong, dan berlanjut ke sekolah-sekolah lainnya. Nur Fadila (peserta didik dari MA Nurudz Dholam yang saya pilih) berkali-kali berbisik kepada saya bahwa dia deg-degan, sehingga beberapa kali harus pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Saya hanya bisa tertawa melihat tingkah lakunya itu.

"Kamu sudah pernah melewati ajang yang levelnya lebih besar dari ini, jadi berusahalah tenang," bisikku ketika dia berdiri dari kursinya untuk pergi ke kamar mandi.

Sementara peserta didik saya yang dari jenjang SMP (namanya Yuliana Dewi) lebih banyak diam memperhatikan peserta lain yang sedang tampil di panggung dan tak lupa banyak-banyak berdoa. Sebab, ini adalah momen pertamanya mengikuti lomba setingkat kabupaten.
Singkat cerita, pasca tampil, Nur Fadila merasa puas dengan hasil yang ia capai. Kebetulan dalam perlombaan ini, skor langsung terpampang di layar dekat panggung ketika peserta selesai menampilkan puisinya, dan dapat dilihat oleh seluruh penonton yang hadir. Skor yang didapat Nur Fadila untuk sementara 580, yang secara kebetulan berada di peringkat ke-2 (sementara) namun setelah acara selesai, ternyata ada 2 skor kembar dengan skor Nur Fadila. Alhasil Nur Fadila harus diadu kembali untuk memperebutkan juara 3. Hal yang sama terjadi pada peserta saya yang dari jenjang SMP, yaitu Yuli mendapatkan skor kembar dan harus diadu kembali untuk memperebutkan antara juara 2 dan 3.

Dalam penampilan ulang ini, kedua peserta nomor kembar diberi 1 buah puisi baru yaitu karya Chairil Anwar yang berjudul "aku". 15 belas menit adalah waktu yang diberikan panitia untuk belajar. Tapi sayang, Nur Fadila harus bertahan di juara harapan.

Di lain sisi, Yuli (peserta tingkat SMP Nurudz Dholam) juga mengalami hal yang sama dengan Nur Fadila yaitu memiliki nilai kembar dengan peserta lain. Beda., Yuli hanya memperebutkan antara juara 2 dan 3. Beruntung dia masuk sebagai juara 3.

Lepas dari sisi itu semua, tiba-tiba saya mendapat kabar dari pesan WhatsApp bahwa peserta Nurudz Dholam yang mengikuti lomba pencak silat (lokasi dan acara Porseni di tempat yang lain namun di hari yang sama dengan lomba baca puisi) mendapat juara 2 dan 3.

Nur  Fadila juara harapan 1 lomba baca puisi.
Yuli SMP Nurudz Dholam juara 3 lomba baca puisi.
Riski Dimas juara 2 lomba pencak silat.
Azizah juara 3 lomba pencak silat.

Kecewa? Tidak! Masih ada kesempatan lain untuk bisa meraih kesuksesan tertinggi.
***






 





Sabtu, 07 September 2019

Lomba Baca Puisi D. Zawawi Imron



Tulisan ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya. Kalau ingin membaca klik di sini supaya bisa nyambung. Hehehe...

Hari kedua.


Minggu, April 2019.

Acara lomba baca puisi digelar. Kami peserta dari sekolah MA Nurudz Dholam berangkat sekitar pukul 06.00 wib menuju kota Pamekasan, Madura. Latihan selama seminggu kami jadikan harapan untuk meraih kemenangan. Mungkin memang itulah yang ada dalam benak kami sepanjang perjalanan, yaitu menang dan menang.

Hari itu, aku kembali bertemu dengan orang-orang lama di kampus. Mulai dari dosen, penjual makanan di kantin atau toko depan kampus, serta teman-teman yang juga mengantarkan peserta didiknya mengikuti lomba puisi yang diadakan pada hari itu. Satu hal yang paling spesial pagi itu, aku bertemu dengan dosen Satra sekaligus pembimbing skripsiku dulu, yaitu Bapak Tauhed Supratman. Kami pun mengobrol banyak hal, salah satunya tentang pendidikan. Pak Tauhed sempat bercerita tentang perkembangan proses menulis beliau sebagai sastrawan. Jujur, aku merasa malu melihat semangat beliau dalam menulis. Walau usia beliau sudah tidak muda lagi, semangat berkarya sama sekali tidak padam dalam benak beliau. Pak Tauhed adalah salah satu Inspirasiku di kampus untuk mendalami dunia literasi.



Momen mendebarkan bagi kami adalah saat menunggu giliran tampil sesuai urutan yang telah kami terima. Terlebih jika melihat peserta nomer muda yang penampilannya bagus-bagus dan memukau para penonton yang ada di ruangan itu. Namun aku berusaha menenangkan hati peserta didik supaya tetap tenang dan percaya diri, bahwa setiap peserta memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kemenangan.

Hingga pukul 12.00 wib peserta MA Nurudz Dholam belum juga tampil. Panitia memberikan waktu satu jam untuk istirahat sejenak. Kami menggunakan waktu sesingkat itu untuk berdiskusi, berhubung jam 13.00 wib nanti, nomor peserta kami kebagian tampil pertama kali (pasca waktu ishoma).

... dan aku bangga melihat ke-empat peserta MA Nurudz Dholam saat menampilkan puisi karya D. Zawawi Imron itu!

***

Pengumuman lomba akan dilaksanakan satu jam pasca penampilan semua peserta lomba. Untuk mengisi kekosongan waktu setelah tampil, kami beralih dari kampus Universitas Madura menuju kawasan kota Pamekasan. Tentu saja untuk menenangkan pikiran serta mengisi perut di salah satu tempat makan. Menu pedas jadi pilihan utama saat itu, :D aku lupa menu apa saja yang dibeli, namun aku lebih memilih mie ayam + baso pedas siang itu. :D kebetulan kami semua menyukai aneka makanan pedas, jadi tidak perlu heran dengan makanan yang kami makan siang itu.
Setelah makan siang, kami menuju masjid jami’ kota Pamekasan sekaligus bersih-bersih badan dan menunggu sholat Ashar tiba. Lelah mulai terasa, namun dapat dinetralisir oleh guyuran air segar saat mandi di masjid. Setidaknya untuk menambah semangat menunggu pengumuman pemenang lomba nanti sore.


Waktu menunjukkan pukul 15.30 wib ketika kami selesai berbenah dan hendak kembali ke Universitas Madura. Cukup 15 menit saja waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan dari Masjid Jami’ menuju kawasan kampus Universitas Madura. Rupanya setibanya di lokasi, perlombaan masih tersisa sekitar sepuluh orang saja, dan setelah itu membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk para juri berunding menentukan pemenang. Singkat cerita, waktu tunggu yang cukup lama itu sukses mengutak-atik jantung kami semua. Beruntung aku bertemu dengan teman lama, sehingga kualihkan masa tunggu itu sambil mengobrol banyak hal yang secara tidak langsung mengurangi rasa deg-degan di dadaku.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Dan peserta kami tak ada satupun yang masuk menjadi juara.
Kecewa? Tentu saja. Tapi sebagai pendidik, saya harus bisa lebih tabah dari peserta didik yang secara raut muka jelas merasakan kecewa. Dengan penuh kesabaran kami coba memberikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap perlombaan pasti ada yang kalah dan menang. Mungkin MA Nurudz Dholam belum beruntung dalam perlombaan kali ini. Kalau terus semangat dan tanpa patah arang, bukan tidak mungkin suatu saat akan kembali meraih juara seperti ketika mengikuti lomba sebelum-sebelumnya.

Begitulah sepenggal kisah kami selama mengikuti lomba baca puisi Piala D. Zawawi Imron. Semoga menginspirasi....
***

foto-foto kami...