Kamis, 05 Januari 2017

Sebuah Keajaiban - Sedekah



Hai teman-teman, gimana kabar kalian? Kali ini aku mau sharing tentang keajaiban sedekah nih. Bukan bermaksud menggurui loh ya, tapi sekedar share pengalaman pribadi aja. Tentu saja pengalaman yang pernah kualami sendiri. By the way, pada awalnya aku nggak bermaksud mempublikasikan pengalaman ini, karena kupikir apa yang pernah terjadi biar menjadi pengalaman pribadiku. Namun, berhubung tanpa sengaja aku buka blog ((--> alasan kuno, padahal baru sadar kalau punya blog 😀😋 )) dan selama tahun 2016 jarang posting tulisan, rasanya miris banget nih hati. Aku merasa nggak bermanfaat buat orang lain. Dan tentu saja merasa nggak produktif. Emang beneran nggak produktif, kale! 😄 Akhirnya setelah nyari ide sana sini, akhirnya kuputuskan saja menyampaikan pengalaman sedekah ini. Siapa tahu banyak orang yang akan terinspirasi nantinya. Amin. ((--> udah, jangan kebanyakan basa-basi ah!)) Oke-oke! Langsung aja ya...

Sejujurnya, aku tahu ilmu sedekah ini sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas alias waktu masih berada di bangku putih abu-abu alias masa-masa penuh dengan kegalauan. Namun aku masih belum terlalu memperhatikan sistem bersedekah ini hingga setelah memasuki jenjang kuliah. Walau terkadang pernah melakukannya, itu pun masih belum sepenuhnya yakin dan hanya dilakukan seingatnya saja (jarang-jarang gitulah istilahnya 😀). Dan tentu saja aku juga tidak begitu menghiraukan apa dampak yang kudapat dari sedekah yang kukeluarkan. Hingga pada suatu ketika, begitu pertengahan masa kuliah dan seorang teman bernama Anas membagikan tentang audio ceramah seorang ustad tentang matematika sedekah (kamu pasti tahu kan siapa nama ustad yang kumaksud. Yup! Benar, ustad Yusuf Mansur), sejak itulah aku semakin belajar dan mulai memahami bagaimana kedahsyatan sedekah bagi kita yang merutinkannya.

Menurut matematika sedekah yang dipaparkan ustad Yusuf Mansur, jika kita mengeluarkan 1 harta kita di jalan Allah, maka Allah akan mengganti 10 kali lipat, itu minimalnya. Bahkan bisa lebih dari itu. Jadi, misalkan saja kita punya uang Rp.10.000, dan menyedekahkan Rp.1000 saja, maka kita akan mendapat ganti 19.000 dari Allah.

Ilustrasinya begini:
• 10-1 = 9 + (1×10) = 19
• 10-2 = 8 + (2×10) = 28
• 10-3 = 7 + (3×10) = 37
• 10-4 = 6 + (4×10) = 46
• 10-10 = 0 + (10×10) = 100

Jadi, semakin banyak kita mengeluarkan, semakin banyak pula kita menerima. Atau lebih singkatnya, jika kita menginginkan sesuatu, maka kita harus mensedekahkan 10% nominal dari harga sesuatu yang kita inginkan tersebut. Begitulah penjelasannya, kira-kira. Jujur saja, saat itu aku masih kurang percaya dengan keajaiban sedekah ini karena belum mengalami sendiri.

Temanku yang tadi memberikan audio ceramah ustad Yusuf Mansur mulai mengompiriku untuk merutinkan sedekah. Kalau bisa setiap hari harus bisa mengeluarkan sedekah. Dia juga sempat bercerita bagaimana pengalaman pribadinya dalam mempraktekkan ilmu sedekah yang ia dapat selama ini. Seperti yang sudah kujelaskan tadi di atas, bahwa siapa yang memberi lebih banyak, maka akan menerima lebih banyak pula. Nah, itulah yang menjadi dasar Anas untuk mewujudkan keinginannya. Anas ingin memiliki uang satu juta, maka ia harus menyedekahkan 10% dari uang yang diinginkan, yaitu ia menyedekahkan uang seratus ribu rupiah. Dengan bersedekah seratus ribu rupiah, Allah akan mengganti sepuluh kali lipat dari uang yang kita keluarkan sehingga jika ditotal bisa sejumlah satu juta rupiah, begitulah kira-kira yang Anas pikirkan.

Katanya, sewaktu hendak memasukkan uang di kotak amal masjid, ia sempat merasa ragu. Namun setelah meyakinkan hati bahwa Allah akan mengganti sedekahnya dengan berlipat-lipat, akhirnya ia pun memasukkan uang itu sambil berdoa.

Menurut teori yang diketahui Anas, ia akan mendapat ganti dari sedekahnya setelah empat puluh hari kemudian. Begitulah setiap hari yang dilakukan Anas, yaitu menunggu keajaiban sedekah mendatanginya hingga empat puluh hari ke depan. Akan tetapi apa yang terjadi tepat ketika tiba di hari ke-40? Sungguh sangat mencengangkan. Ternyata Anas tidak mendapatkan apa-apa. Yup, dia mulai kecewa. Sebagai pendengar, aku tertawa mendengar penuturan Anas kala itu.

Namun, cerita Anas tidak berhenti sampai di situ. Katanya, untuk mengobati kekecewaan hatinya, dia kembali memutar audio ceramah yang masih ia simpan di ponselnya. Ternyata ia sadar bahwa memang ada beberapa hal yang membuat Allah belum mengganti sedekahnya. Yaitu ia kurang sabar dan kurang ikhlas. Sejak saat itu ia mulai menata hati dan pikirannya untuk tidak lagi memikirkan apa yang sudah ia sedekahkan, bagi Anas, Allah tidak akan pernah mengingkari janjiNya.

Dan benar saja, selang beberapa minggu setelah ia mencoba melupakan sedekah uang seratus ribu itu, secara tiba-tiba orang tuanya yang tinggal di Surabaya memberi kabar bahwa mereka sudah mentransfer uang satu juta ke rekening Anas. Padahal selama ini, orang tuanya tidak pernah memberikan uang sebanyak itu. Sejak saat itulah Anas mulai rajin untuk bersedekah di masjid. Ia percaya bahwa ikhlas adalah salah satu poin untuk mendatangkan pahala dari apa yang telah ia sedekahkan.

Mendengar kisah Anas, aku pun mulai penasaran. Aku mulai merutinkan bersedekah seribu setiap hendak berangkat kuliah. Kebetulan untuk menuju kampus, aku harus naik angkutan umum selama satu jam, dan sepanjang perjalanan itu pasti ada beberapa titik jalan yang meminta amal untuk pembangunan sebuah masjid. Kebetulan saat itu yang butuh renovasi adalah masjid di desa Tanjung, Sampang.

Jujur saja, aku bersedekah bukan untuk mengharapkan balasan uang yang berlipat-lipat, akan tetapi, supaya Allah melancarkan kuliahku sesuai target awal yaitu pas lulus dalam empat tahun. Aku juga berharap Allah memberikan jalan supaya judul proposalku di-ACC dosen dalam satu kali pengajuan. Ternyata harapanku kali ini diijabah olehNya.

Aku mulai percaya dan semakin menambah nominal sedekah, meski sebenarnya isi dompetku terus menipis dan kebutuhan biaya kuliah masih cukup banyak. Tapi aku percaya bahwa Allah tidak akan membuatku kecewa. Itu saja.

Sepanjang perkuliahan akhir, aku tidak memiliki kendala. Bahkan waktu aku bimbingan tak banyak kesalahan yang perlu perbaikan. Begitu juga dengan pengACC-an setiap babnya, benar-benar Allah melancarkan jalanku menyelesaikan tugas. Skripsiku selesai sebulan lebih cepat dari targetku. Benar-benar menakjubkan, tentu saja!

Tidak sampai di situ saja, bahkan Allah masih memberiku jalan ketika ujian skripsi dimulai. Setiap pertanyaan dosen penguji utama kulahap dengan santai dan penuh keyakinan. Finalnya, aku mendapat nilai tertinggi dari dosen tersebut, yang kata beberapa alumni, dosen tersebut tidak pernah memberikan nilai A ke sembarang mahasiswa. Mendengar hal itu, aku bersyukur kepada Allah dengan keajaiban yang Dia berikan padaku.

Oh iya, lagi-lagi pertolongan Allah masih datang padaku bahkan setelah aku lulus kuliah. Pihak kampus memberiku kabar bahwa kalau aku bersedia, pihak kampus akan mengajukan beasiswa S2 untukku dengan pilihan kuliah antara di Surabaya atau Malang. Namun sayangnya, aku menolak karena saat itu aku ingin cepat-cepat bekerja. Supaya tidak lagi membebani orang tua, begitu pikirku. Kebetulan selama kuliah Sarjana, aku dibiayai oleh saudara, jadi, bagiku sudah lulus sarjana saja sudah lebih dari cukup. Biarlah suatu saat nanti aku akan melanjutkan jenjang PascaSarjanaku setelah aku punya pengalaman bekerja.

Oh iya, keajaiban sedekah yang kualami bukan hanya soal skripsi, wisuda atau tawaran beasiswa S2, akan tetapi masih ada lagi. Yaitu setelah lulus kuliah, aku mendapatkan tempat kerja dengan begitu mudah. Bahkan sebelum aku melamar, lembaga pendidikan itulah yang menawariku pekerjaan. Alhamdulillah sudah bertahan hingga masuk tahun ke 6. Kupikir itulah keajaiban-keajaiban dari apa yang kurutinkan selama kuliah. Yaitu berkat sedekah.

Mungkin itu saja kisah pengalamanku tentang sedekah. Bukan untuk Riya' atau pamer, tapi sekedar berbagi pengalaman supaya kita selalu yakin bahwa Allah tidak akan pernah mengingkari janjinya. Sungguh luar biasa keajaiban sedekah ini, Kawan! Kalau kamu tidak percaya, buktikan saja.

See you next time... 😉
Sampang, 5 Januari 2017.
Menjelang siang.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar