Jumat, 23 Desember 2016

Novel Baruku: Move On (2016)




Alhamdulillah, akhirnya novel keempatku lahir juga. Masih fresh keluar dari pengovenan (kue kali ya :D :D). Yup, begitulah. Novel ini lahir atas kegelisahanku melihat budaya yang masih saja melekat di sekitar tempat tinggalku, mungkin di tempat lain juga, yaitu masih melakukan perjodohan. Kata orang, perjodohan hanya ada di zaman Siti Nurbaya, padahal di zaman sekarang pun tak sedikit hal itu masih menjadi tradisi. Bahkan ada yang menjadi keharusan bagi beberapa keluarga di pedalaman. Yup, novel ini tak jauh bercerita tentang hal tersebut.

Bukan karena perjodohan itu masih ada sampai sekarang, lantas aku nggak setuju dengan hal itu loh ya. Bukan. Menemukan jodoh dengan proses perjodohan atau menemukan sendiri (tanpa perantara dijodohkan) memang memiliki rahasianya masing-masing. Selalu ada cerita dibalik dua cara itu nantinya. Hanya saja, aku merasa terinspirasi dengan cara ini (perjodohan) sehingga lahirlah novel yang kuberi judul 'Move On' ini.

Oke berikut sinopsisnya:


"Coba kamu perhatikan sekitar pantai ini. Ada berapa banyak tempat duduk di sini? Banyak kan? Nah, kalau kamu merasa nggak enak duduk di sini dan ingin pindah duduk di sana silakan saja, hanya saja, tempat duduk lain harus kosong untuk bisa kau duduki. Begitu pula dengan cinta. Jika kamu merasa nggak cocok berada dalam suatu hubungan, apalagi hubungannya sudah nggak sehat seperti sekarang, nah, dengan begitu kamu bisa segera pindah dari tempat itu menuju tempat lain yang lebih nyaman tentunya. Laki-laki itu bukan hanya Ijal saja. Masih banyak laki-laki di dunia ini yang mungkin akan lebih baik dari dia. Buat apa kamu sedih memikirkan dia yang tengah berbahagia?" ceracauku kepada Ayna. Aku pikir saran itu akan bisa membuat Ayna bisa melepaskan kegalauannya.

"Sebagai contoh lain, coba kamu perhatikan pantai itu," kini tangan kananku sambil menunjuk ke arah pantai, membuat pandangan Ayna mengikuti apa yang kutunjuk, "coba kamu lihat, ada berapa banyak perahu di sana, Ayna? Banyak kan? Nah, kalau kamu perhatikan lebih jauh lagi, di manakah perahu-perahu itu akan berlabuh? Apakah semua perahu itu akan berlabuh di bibir pantai depan kita? Aku rasa nggak akan semuanya. Para nelayan itu akan mencari bibir pantai yang pas untuk dijadikan pelabuhannya. Tidak harus di depan kita saja, tidak harus di depan mata kita saja. Masih bisa perahu itu berlabuh di ujung timur sana, ujung sebelah barat sana, atau bahkan di samping deretan tanaman duri pandan itu. Jadi, masih begitu banyak tempat untuk menyandarkan perahu yang lelah berlayar kan?"

Ayna masih saja terdiam mendengar penuturanku.

"Lah, begitu juga dengan cintamu. Kamu masih punya banyak kesempatan menyandarkan perahu hatimu di dermaga mana pun. Kamu juga masih punya banyak waktu melabuhkan cintamu di pelabuhan yang kamu mau."
***