Kamis, 24 Agustus 2017

Seberkas Kenangan di Brukoh Hill






Hello guys, Alhamdulillah ketemu lagi dalam postingan kali ini. Semoga kita sama-sama sehat dan terus sukses ya. Amin.

Langsung aja deh, jangan kepanjangan basa-basinya, bisa-bisa malah nggak jadi nulis. Hehehe... Kali ini aku mau nunjukin lagi nih salah satu tempat wisata baru yang bisa kalian kunjungi saat liburan. Tentu saja wisata yang kekinian dan instagramable banget. Hehehe, lebay nggak sih, eh tapi itu beneran loh (pasang muka serius) lihat aja tuh fotonya... Nama tempatnya Brukoh Hill alias Bukit Brukoh.

Brukoh Hill berada di kawasan desa Pakong. Tepatnya di Desa Bajang, Kecamatan Pakong, Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Jarak dari kota Pamekasan ke Brukoh Hill kurang lebih sekitar 25-30 KM gitulah. Pokoknya kalau dihitung pakai jangka waktu, sekitar 20-30 menitan aja. Dekat kan? Yup, Dekat banget. Sebenarnya aku ke Brukoh Hill bisa dibilang ketidaksengajaan. Kok bisa? Yaiyalah, soalnya selama ini nggak ada niatan buat pergi ke sana. Jangankan niat, mikirin kapan aja nggak pernah.

Semua itu berawal dari seorang teman kuliah yang sedang menempuh S3 di Jakarta. Dia, mengirim pesan di grup WhatsApp bahwa akan pulang ke Madura beberapa hari saja. Dia ingin bertemu teman-teman sekaligus menciptakan momen unik misalnya makan-makan. Alhasil, sebuah keputusan pun muncul bahwa hari Minggu, 20 Agustus 2017, sebagian teman-teman kuliahku yang ada waktu luang, memilih makan bakso beranak di sekitar kawasan kota Pamekasan. (Untuk yang ini aku nggak kebagian. :P) Tapi salah satu dari antara mereka mengusulkan buat jalan-jalan di sekitar kota Pamekasan. Mungkin ke Brukoh Hill, katanya.

Bagai mendapat sebuah anugerah dari Allah, akhirnya aku mendukung usulan tersebut. Kupaksa teman-temanku untuk bisa ke tempat itu. Harus. Kapan lagi kan, pikirku. Soalnya kalau misalnya ini terwujud, aku nggak perlu pusing-pusing mikirin arah Jalan karena kebanyakan dari teman-temanku memang asli kota Pamekasan dan tentu saja akan tahu betul tentang arah menuju salah satu tempat wisata baru di Madura itu. Keuntungan kedua, kami bisa memiliki kenang-kenangan yang menandakan bahwa kami pernah bercanda bersama di tempat yang indah itu. Tentu saja momen langka bersama teman-teman kuliah alumni Universitas Madura yang sudah hampir 5 tahun nggak berkumpul bersama.


Sekitar pukul dua belas siang kami tiba di kawasan wisata Brukoh Hill, setelah melewati perjalanan yang pemandangan alamnya sungguh luar biasa indah, tentunya. Kawasan Pakong memang berdiri dari beberapa bukit dan dataran tinggi, sehingga jika kita melewati ruas jalan di kawasan ini pasti nggak akan pernah bosan menikmati panorama alam yang sejuk sekaligus asri. Jujur, selama aku tinggal di Madura, baru kali ini aku tahu daerah Pakong. Maklum, sejauh ini aku hanya tahu nama dan apa yang ada pada tempat itu hanya dari cerita teman-teman kuliah.

Dan aku baru tahu bahwa Brukoh Hill itu sebenarnya adalah lokasi berdirinya tower stasiun televisi TVRI. Hanya saja di beberapa bagian sudut halaman disulap menjadi sudut-sudut unik yang mampu mendatangkan pengunjung untuk mengabadikan momen dengan latar belakang perbukitan dan sawah dari ketinggian. Cukup menarik, menurutku. Dan cukup kreatif dalam mencari celah untuk memanfaatkan lahan kosong sebagai salah satu daya tarik wisata baru di Madura, terutama untuk kota Pamekasan tentunya.

Oh iya, untuk tiket masuk, pengunjung cuma harus mengeluarkan sekitar Rp. 2000 - Rp. 3000 saja (eh, nggak tau ya, soalnya aku dibayari teman. Wkwkwkwkwk) dan juga dikenakan biaya parkir kendaran. Untuk urusan cemilan, ada beberapa warga yang menjual cemilan sebelum masuk kawasan wisata. Mungkin itu saja yang bisa kubagi buat kamu. Intinya, Brukoh Hill bagus dah, pokoknya. Cocok buat anak muda yang suka foto-foto dan mengabadikan di media sosial. Semoga bermanfaat ya...

Sampang, 24 Agustus 2017.
Kamar Inspirasiku.
Menjelang Pagi.







Agustus Event for Attaroqqi Tsani




Pagi ini, kota Sampang lagi rame guys. Banyak warga berbondong-bondong ke lapangan Wijaya Kusuma buat nonton Road Race. Maklum aja, sudah hampir lima tahun Sampang nggak mengadakan acara rakyat terutama yang disukai oleh kaum muda. Hehehe, tapi di postingan kali ini aku nggak mau bahas Road Race ya, (yaiyalah, kamu kan nggak nonton, As) karena aku mau posting beberapa kegiatan yang pernah diikuti sekolah tempatku mengajar selama Agustus ini. Yup, selain bisa dijadikan informasi secara umum, tulisan ini kujadikan sebagai review sekaligus simpanan kenangan bagi sekolah kami. Itu tujuan utamanya. Baiklah, langsung saja ya.

1. Lomba Gerak Jalan

Sejak satu Minggu awal masuk sekolah tahun ajaran baru, sekolah kami sudah mulai mempersiapkan siapa saja peserta yang akan diikutkan dalam lomba ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, lomba gerak jalan masih menjadi hiburan rakyat paling ditunggu warga kota. Khususnya di bulan Agustus. Selain menarik perhatian, (seolah-olah) ajang ini memberi kesan memperkenalkan keberadaan sekolah kepada masyarakat. Sehingga tak dapat dipungkiri jika lomba ini pesertanya membludak setiap tahunnya. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar, SMP, SMA serta peserta UMUM diikutkan. Namun untuk proses perlombaan dibagi dua hari. Hari pertama khusus SD, hari kedua SMP, SMA dan Umum.
Kebetulan sekolah kami mengeluarkan sepasang kelompok untuk diikutkan dalam acara ini. Satu kelompok putra, dan satu kelompok Putri. Sedangkan bagi tingkat SMP, sekolah kami mengeluarkan dua pasang kelompok, dengan pembagian dua putra, serta dua putri. Oh iya, masing-masing kelompok terdiri dari 17 orang saja. Meski pada akhirnya sekolah kami belum bisa menyabet juara, tidaklah masalah. Yang penting, sekolah sudah berani tampil, memeriahkan ajang terpopuler di kota Sampang, dan yang paling terpenting juga mengajarkan peserta didik untuk berusaha dan bersabar dalam berkompetisi.




2. Lomba Melukis

Kegiatan yang satu ini dilaksanakan di GOR Batminton Indoor Sampang yang terletak di jalan Manggis (Utara lapangan Wijaya Kusuma Sampang). Jumlah pesertanya tidak banyak, hanya 30-40an saja. Dan sekolah kami mengirimkan dua orang putra peserta didik. Mohammad Sofi dan Ach. Fuad Syaifullah. Tema lukisan yang diangkat adalah melestarikan budaya Madura. Sayang sekali lagi-lagi sekolah kami belum beruntung dalam ajang melukis karena memang harus kami akui bahwa peserta lain bagus-bagus.



3. Lomba Baca Puisi Bahasa Madura
Untuk lomba yang satu ini, saya selaku guru yang mengajar Bahasa Indonesia dan Bahasa Madura cukup merasa bangga. Pasalnya dari 4 orang siswa yang kami kirim, 2 diantaranya masuk menjadi juara, yaitu juara pertama dan kedua.
Sebelumnya, lokasi lomba baca puisi ini dilaksanakan di GOR Batminton Indoor Sampang namun tiga hari sebelum lomba melukis dilaksanakan. Kami mengirim 4 orang peserta didik Putri. Masing-masing orang membawa puisi dengan judul berbeda. Di akhir acara, Siti Fitriya dinobatkan sebagai juara pertama, dan Tutik Alawiyah sebagai juara ke dua. Sementara Honiyeh dan Siti Fauzeh belum bisa meraih medali dalam perlombaan kali ini.


4. Lomba yang diadakan sekolah
Terakhir, kegiatan ini diadakan oleh sekolah kami sendiri. Pesertanya dua lembaga yang dinaungi yayasan yang sama yaitu yayasan Attaroqqi Tsani Sampang. Lomba-lomba yang diadakan cuma ada tiga, yaitu Lomba membaca Al-Quran, Makan Kerupuk, dan Lari Karung. Kegiatannya pun dilakukan di halaman sekolah selama satu hari. Cukup menarik, karena yang kami harapkan adalah menjalin keakraban antar peserta didik satu dengan lainnya.
Mungkin itu saja. Semoga bermanfaat dan menjadi ladang amal bagi kita semua dalam menyebarkan informasi positif.


Sampang, 20 Agustus 2017
Saat Matahari Terbit
***

Senin, 24 Juli 2017

Galis (Bangkalan) Punya BLB, Lho...!



Hah, BLB? Apaan tuh? Pasti penasaran kan? 


Begini, beberapa hari lalu aku kan upload foto di medsos? Nah, aku dapat banyak sekali pertanyaan tentang di mana lokasi foto tersebut. Berhubung setelah aku menjawab bahwa lokasi itu di BLB, tak sedikit yang minta nunjukin arah dan pertanyaan lanjutan ini itu yang membuatku harus menjawab berulang-ulang. Baiklah, melalui postingan kali ini, aku beri tahu deh, ya. Pertama, BLB itu kependekan dari Bukit Lampion Beramah. Pasti nggak banyak yang tahu kan? Yup, BLB memang tempat wisata baru di Madura. Masih baru banget, kira-kira tiga bulanan yang lalu gitu deh. Aku sih tahunya waktu akhir Ramadhan kemarin, itupun karena sepupu yang dari Bali berkunjung terlebih dahulu ke BLB. Hehehe, dan sejak itulah aku penasaran juga ingin tahu tempatnya seperti apa.


Nah, Kamis kemarin (tanggal 20 Juli 2017) waktu menghadiri resepsi pernikahan seorang sahabat, tiba-tiba di tengah acara salah satu sahabatku yang lain nyeletuk, "Abis ini mau ke mana? Mumpung libur, yuk, hunting ke mana, gitu."


Sontak banyak yang merespon, namun banyak juga yang masih galau antara mau ikutan atau nggak. Ya, biasalah. Nggak seperti dulu kalau ada rencana langsung go semua. Maklum, sekarang sudah banyak yang disibukkan dengan keluarga. Setelah mendengar ajakan itu, aku langsung ingat tentang lokasi BLB. Langsung saja kuusulkan kepada teman-teman dan ternyata mereka langsung setuju. Tanpa pikir panjang aku buka ponsel dan searching tentang lokasi BLB. Alhamdulillah ada. Tapi, begitu acara resepsi pernikahan itu selesai, yang lain membatalkan. Hanya aku dan seorang yang nyeletuk tadi yang masih semangat. Akhir cerita, aku ke BLB cuma berdua. Ya, berdua saja. Kamu pasti tau kan bagaimana perasaan kami saat itu? Yup, walau hanya berdua, rencana harus tetap jalan. Bukankah laki-laki itu yang dipegang adalah ucapannya? halaah apaan sih...

Oke lanjut. 


Pukul 10.30 pagi kami berdua tancap gas dengan berpedoman pada GoogleMap. Menurut Abang GoogleMap, jarak antara rumahku ke lokasi membutuhkan waktu 57 menit. Itu artinya kami bisa sampai di lokasi sebelum Adzan Dzuhur. Namun ternyata, kami berdua sempat nyasar. Arah yang ditunjukkan Abang googleMap melewati jalan kecil dan menanjak. Muter-muter juga. Aku coba mencari jalan alternatif, dan Alhamdulillah inilah jalan paling dekat, aman, dan cukup lebar. Oh iya, jika kamu mau melewati gang yang kami lewati, plang informasi BLB nyaris nggak terlihat. Hanya sebuah kayu kecil berukuran 10x20cm saja. Itu pun dipasang di samping gang yang nyaris tertutupi dedaunan. Jika dari arah timur jalan, jelas nggak kelihatan. Berbeda jika dari arah Barat, atau dari arah Surabaya, tanda itu cukup terlihat meski berukuran seadanya.


Jarak dari gang itu menuju lokasi nggak terlalu jauh, hanya sekitar 500-700 meter saja. Selama perjalanan jalan kecil itu, cukup banyak rumah warga, kok. Jadi insyaallah aman dari kasus-kasus yang mungkin terjadi diluar dugaan (misal: begal, perampokan, dan lain sebagaimanya). Di pertigaan jalan, nanti kita temukan sebuah banner berukuran besar tentang lokasi Bukit Lampion Beramah. Itu tandanya kita hampir sampai.


 Kebetulan pagi menjelang siang itu, kudapati beberapa motor terparkir di sebuah halaman rumah sederhana yang dijaga beberapa orang pemuda. Begitu selesai memarkir motor, petugas parkir mengarahkan kami kepada seorang gadis pemegang karcis. Cukup murah sih, cuma Rp.3000/orang. Iseng aku sedikit bertanya tentang nama Beramah. Dan aku baru tahu bahwa Beramah itu nama sebuah desa. Tepatnya desa Beramah, Kec. Galis, Kab. Bangkalan. Jika dari arah Sampang, pas di baratnya Gunung Ghighir, atau desa Peterongan. Jika dari arah Suramadu, di timur desa Tanah Merah. 

Untuk tiba di lokasi, kami perlu berjalan sekitar 150 meter dari lokasi parkir. Dan, kondisi jalan setapak yang harus kami lewati cukup menanjak, bisa menguras tenaga. Tapi tenang saja, selama perjalanan, ada banyak tiang yang dihiasi lampion-lampion aneka warna. Jika lelah, berdiamlah sejenak dan selingi dengan berfoto ria. Insyaallah lelahnya cepat berkurang. Hehehe... Dari jalan ini saja kita sudah bisa melihat sebuah pemandangan dari ketinggian meski hanya sedikit tertutupi pepohonan. 


Di atas, atau tepatnya di lokasi inti, ada banyak spot untuk berselfi ria bersama pasangan. Ada yang bertuliskan BLB, love, sayap malaikat, meja makan yang dikelilingi Lampion, gazebo, hingga beranda kayu yang sengaja dibuat di atas pohon. Cukup sederhana sih menurutku, tapi bagi kamu yang jago mengambil sudut pemotretan, ada spot-spot menarik yang sayang untuk dilewatkan. Oh iya, jika haus dan ingin membeli makanan, ada area khusus yang didirikan warga sekitar untuk menyediakan cemilan dan minuman. Masalah harga aku kurang tahu, yang jelas pasti nggak jauh berbeda seperti tempat wisata lainnyalah.



Mungkin itu saja informasi yang bisa aku bagi. Berikut beberapa foto yang sudah kuabadikan dari beberapa spot yang tersedia. Semoga bermanfaat ya, teman...!


Kamar Inspirasiku,

Sampang, 24 Juli 2017.

Menjelang Malam.

***









Kamis, 20 Juli 2017

Eksplore Kota Kediaman, Sampang...




Siluet Monumen Kota Sampang (koleksi pribadi)
Setiap sesuatu hal pasti memiliki sejarah, tanpa terkecuali sebuah tempat. Hal itulah yang menarik perhatianku tatkala secara tak sengaja berkunjung ke sebuah rumah teman di Jalan Kenanga, kota Sampang, Jumat sore yang lalu. Di tengah kunjungan itu, kunjungan yang benar-benar secara tak sengaja, pandanganku menemukan sebuah pemandangan unik tepat di depan rumah temanku. Yaitu gang kecil bernuansakan vintage, sejuk, dan menurutku berbeda dari biasanya. Entah mengapa aku merasa seperti sedang berada di sebuah perkampungan tempo dulu di masa penjajahan kolonial Belanda. (Hehehe, lebay nggak sih... :p) Nah, sejak itulah terbersit di benakku bahwa selepas kunjungan ke rumah temanku, aku ingin menyusuri sudut gang tersebut. Syukur-syukur kalau bisa dijadikan bahan tulisan di postingan blog, begitu pikirku. Dan, rupanya postingan inilah yang kusebut spesial, karena teryata tangan Tuhan membimbingku membuka mata untuk melihat sudut kota kediamanku dengan sudut pandang yang berbeda. Kusebut peristiwa sore itu sebagai Eksplore Kota Kediaman, Sampang.


  Benar saja! Ketika aku selesai dengan urusanku, buru-buru kutancap gas motor menyusuri lorong demi lorong gang Jalan Kenanga hingga ke ujungnya. Aku baru sadar bahwa ternyata jalan setapak yang kulalui tak seperti yang kupikirkan. Aku sudah lama tinggal di kota kecil Sampang, namun baru kali ini menyusuri gang di kawasan ini seorang diri. Ya, maksudnya dulu ketika masih kecil, aku pernah lari pagi bersama teman-teman melewati kawasan itu tanpa memperhatikan kanan-kiri. Maklum, mungkin karena masih anak-anak, yang dihiraukan cuma bercanda sembari berjalan. Kini, setelah beberapa tahun berselang, rupanya bangunan tua di kawasan ini sudah mulai hilang keasliannya karena sudah banyak yang direnovasi menjadi rumah modern meski masih juga ada beberapa bangunan yang masih menjaga keaslian bangunannya. Berikut beberapa bangunan yang terekam di mata kamera ponselku sore itu.






1. Kampung Tempo Dulu

Begitu menyusuri lorong Jalan Kenanga, rupanya motorku tembus ke arah Jalan Cempaka dan berujung di depan Jalan Pahlawan. Kutelisik lebih jauh, ternyata sepanjang Jalan Melati, Mawar, Kenanga, Cempaka, sampai Jalan Pahlawan adalah kawasan kota tua Sampang. Di sini (Jalan Kenanga dan Jalan Cempaka) beberapa rumah bergaya tempo dulu masih cukup banyak dan berjajar rapi. Ya, meski dari luar terlihat perawatannya kurang maksimal, namun di dalamnya masih tetap digunakan oleh pemiliknya. Sebut saja seperti rumah yang berada di Utara Masjid Agung Sampang ini. Lorong dan suasana masih terasa sepi meski beberapa sepeda terparkir asal di bibir pembatas rumah yang terlihat tak terpakai ini. Berbanding terbalik dengan suasana rumah yang kuabadikan selanjutnya. Walau yang bisa kupotret hanya sebatas jendela sampingnya saja, namun tak mengurangi pemikiran kita bahwa pemiliknya memang memperhatikan betul-betul tentang kondisi rumah mereka. Entah mengapa aku merasa sejuk melihat tatanan rumah yang masih menjaga keaslian bangunan serta perawatan dinding-dindingnya.
Utara Masjid Agung Sampang
Jalan Pahlawan
Jalan Panglima Sudirman

2. Kantor Pemerintahan
 
Selanjutnya motorku melaju ke arah Monumen kota yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter saja. Di sini, aku juga menemukan sebuah bangunan lama yang masih di gunakan. Yaitu, sebagai Kantor Pos. Perihal tempat ini, aku merasa nggak asing karena sudah sering berkunjung sejak masih remaja, untuk sekedar mengirim surat ke kakak yang tinggal di luar kota atau menerima kiriman wesel dari keluarga lainnya. Kantor pos ini terdiri dari dua bangunan bergaya khas Belanda. Bangunan pertama, berukuran besar memanjang dari barat ke timur namun menghadap ke Utara. Fungsinya sebagai Kantor sekaligus penempatan barang-barang yang akan dikirim ke luar kota. Dalam ruangan ini suasananya cukup asri karena ada beberapa tanaman hias dan dinding-dindingnya masih terawat rapi. Sementara bangunan kedua, juga menghadap ke Utara namun berukuran seperti rumah biasa. Sepertinya digunakan sebagai rumah dinas. Tapi, aku sendiri nggak begitu tahu apakah masih dihuni sampai saat ini atau hanya dibiarkan saja tanpa ditempati. Namun jika dilihat kondisi dari luar, masih cukup terawat walau sudah ada beberapa kerusakan di beberapa bagian dindingnya.
Kantor Pos Gedung Utama
Gedung Kedua


Beranjak dari kawasan Kantor Pos, tepatnya sebelah selatan bangunan itu, ada lagi sebuah Bangunan kuno yang sayang untuk dilewati. Yup, bangunan tersebut tak lain dan tak bukan adalah Kantor Pegadaian. Ah, ini yang menurutku paling seru dan harus dijaga keaslian bangunannya. Sebab, seperti yang kalian lihat, unsur zaman kolonial Belandanya masih terasa sekali. Dulu, sewaktu aku masih sekolah dasar, sepertinya aku pernah ikut orang tua ke tempat ini, tapi itu cuma satu kali. Entah sejak tahun berapa bangunan ini tidak digunakan lagi. Sehingga kondisinya terlihat seperti gambar di bawah ini. Saat ini Kantor Pegadaian pindah ke bangunan baru yang masih satu area dengan bangunan lama namun menghadap ke arah barat. Kupikir sayang sekali jika cagar budaya yang indah itu dibiarkan begitu saja. Cukup disayangkan jika nggak dirawat serta dilestarikan.
Bekas Kantor Pegadaian

Ketiga, sebuah bangunan yang mirip ruko, namun sepertinya zaman dulu bukanlah sebuah ruko. Bangunan ini terlihat jelas bahwa memiliki beranda di bagian atas. Menurut informasi, tempat ini dulu adalah gereja, namun entah sejak tahun berapa sudah nggak digunakan lagi. Bentuk bangunan bagian atas terlihat jelas bahwa desain Eropa mendominasi yang dapat sentuhan kayu di bagian jendela seperti beberapa rumah khas Belanda lainnya di masa itu. Oh iya, bangunan ini terletak di kawasan Jalan Panglima Sudirman, tepatnya sebelah barat Jalan Melati.
Bangunan kuno yang masih tersisa di Jalan Panglima Sudirman


3. Stasiun Kereta
 
Satu hal lagi yang menurutku paling disayangkan atas terbengkalainya bangunan-bangunan bersejarah di Sampang, yaitu potret kejayaan Madura yang terekam dalam sisa-sisa bangunan stasiun kereta api yang berada di Jalan Teuku Umar. Terakhir, perjalananku sore itu berujung di kawasan Jalan Teuku Umar. Melihat bangunan sisa stasiun kereta api ini membuatku trenyuh. Bagaimana nggak trenyuh, jika kondisi cagar budaya yang bernilai tinggi nyaris hilang hanya karena kepentingan beberapa warga yang tinggal di kawasan itu. Aku nggak menyalahkan siapa-siapa, hanya merasa trenyuh saja melihatnya.

Sisa Bangunan Stasiun Kereta, Sampang.
Sisa bangunan stasiun Kereta, Sampang.

Menurut sejarah, dulu, Pulau Madura salah satu pulau atau daerah maju. Sejak tahun 1800an Pemerintah Kolonial Belanda sudah membangun transportasi kereta api yang mampu menghubungkan empat kabupaten dari ujung barat Bangkalan sampai ke ujung timur Sumenep. Namun sejak tahun 1987 pemerintah resmi menutup jalur transportasi ini hingga sekarang. Ah, sebagai generasi muda, aku hanya bisa melihat sisa-sisa kejayaan itu saja. Yang membuatku sedikit miris, sisa kejayaan itu sungguh tak dirawat dengan baik. Kalau terus-menerus dibiarkan seperti ini, bukan nggak mungkin jika semua bangunan sejarah itu akan terus rusak ditelan jaman. Dan akhirnya generasi muda masa depan nggak bisa menikmati atau memahami kejayaan tempat tinggal mereka sendiri.

Terima kasih. Mungkin itu saja catatan Eksplore Sampang kali ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin.

Kamar Inspirasi,
Menjelang Pagi, 21 Juli 2017.
Tanah Garam.
***