Minggu, 30 Januari 2011

Sebuah Kejujuran

Wahai sahabatku,

Izinkan aku berkata jujur padamu. Izinkan pula aku mengungkapkan uneg-uneg yang semakin hari semakin membesar dalam angan-anganku. Ungkapan hati ini semata-mata ingin membersihkan hatiku dari prasangka buruk terhadapmu. Bukankah kejujuran itu indah?



Wahai Sahabatku,

Berkali-kali ibu mengingatkanku supaya aku jangan sampai terjebak dalam pergaulan bebas. Aku harus selektif dalam mencari teman. Beliau beranggapan bahwa teman adalah cermin dari kepribadian diri kita. Jika berteman dengan orang baik, insyaallah sifat kita juga ikut baik. Begitu pula sebaliknya, jika aku berteman dengan orang yang berperilaku buruk, kemungkinan besar aku akan tertular keburukannya. Maka dari itu, aku mencoba memilih berteman denganmu.



Wahai Sahabatku,

Bukan tanpa alasan aku memilihmu untuk menjadi sahabatku. Ada seribu alasan mengapa aku bersikeras ingin bersahabat denganmu. Selain pintar dan cerdas, menurutku, kau merupakan orang yang berperangai cantik, baik hati, santun, peduli pada siapa pun dan bahkan kau termasuk salah satu orang populer di negeriku. Bukan hanya itu, kau juga memiliki hobi yang sama denganku, yaitu menulis, jalan-jalan ke beberapa daerah bahkan mungkin suka berimajinasi setiap waktu. Aku rasa kau cocok jika menjadi sahabat baikku.



Wahai sahabat,

Sesungguhnya aku berharap kau peduli padaku. Aku ingin sekali kau menjadi pembimbingku, menjadi orang yang pertama menyemangatiku, menjadi pelipur lara disetiap kesedihanku. Oh! Wahai sahabat! Dalam diam kau telah menjadi idola bagiku. Aku ingin sekali mendapatkan ilmu darimu, berbagi pengetahuan serta bertukar pikiran denganmu.



Namun, semua keinginanku itu seakan tak berarti bagimu. Kau tak pernah mau peduli dengan orang sepertiku. Malah kau tak mau melihat wajahku. Alih-alih melihat wajah, melirik saja kau enggan melakukannya padaku. Ada apa wahai sahabat, apa karena aku tak sepopuler dirimu? apa karena aku bukan seorang penulis yang handal sepertimu? Aduh! kalau memang semua itu benar adanya, kasihan sekali aku ini.



Kuharap kau mau mengerti isi hatiku teman. Aku masih ingin bersahabat denganmu. Aku terus berharap kau tak memandangku sebelah mata. Karena aku masih ingin kau membagi ilmumu kepadaku. Maka dari itu, bersahabatlah denganku teman, jadikanlah aku salah satu sabahatmu yang spesial itu, jadikan pula aku kawanmu, bukan lawanmu. Terimalah uluran tanganku yang masih penuh debu ini... terimalah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar