Siluet Monumen Kota Sampang (koleksi pribadi) |
Setiap
sesuatu hal pasti memiliki sejarah, tanpa terkecuali sebuah tempat. Hal itulah
yang menarik perhatianku tatkala secara tak sengaja berkunjung ke sebuah rumah teman
di Jalan Kenanga, kota Sampang, Jumat sore yang lalu. Di tengah kunjungan itu, kunjungan
yang benar-benar secara tak sengaja, pandanganku menemukan sebuah pemandangan
unik tepat di depan rumah temanku. Yaitu gang kecil bernuansakan vintage, sejuk,
dan menurutku berbeda dari biasanya. Entah mengapa aku merasa seperti sedang
berada di sebuah perkampungan tempo dulu di masa penjajahan kolonial Belanda. (Hehehe,
lebay nggak sih... :p) Nah, sejak itulah terbersit di benakku bahwa selepas kunjungan
ke rumah temanku, aku ingin menyusuri sudut gang tersebut. Syukur-syukur kalau
bisa dijadikan bahan tulisan di postingan blog, begitu pikirku. Dan, rupanya postingan
inilah yang kusebut spesial, karena teryata tangan Tuhan membimbingku membuka
mata untuk melihat sudut kota kediamanku dengan sudut pandang yang berbeda.
Kusebut peristiwa sore itu sebagai Eksplore Kota Kediaman, Sampang.
Benar saja! Ketika
aku selesai dengan urusanku, buru-buru kutancap gas motor menyusuri lorong demi
lorong gang Jalan Kenanga hingga ke ujungnya. Aku baru sadar bahwa ternyata
jalan setapak yang kulalui tak seperti yang kupikirkan. Aku sudah lama tinggal
di kota kecil Sampang, namun baru kali ini menyusuri gang di kawasan ini
seorang diri. Ya, maksudnya dulu ketika masih kecil, aku pernah lari pagi bersama
teman-teman melewati kawasan itu tanpa memperhatikan kanan-kiri. Maklum,
mungkin karena masih anak-anak, yang dihiraukan cuma bercanda sembari berjalan.
Kini, setelah beberapa tahun berselang, rupanya bangunan tua di kawasan ini
sudah mulai hilang keasliannya karena sudah banyak yang direnovasi menjadi
rumah modern meski masih juga ada beberapa bangunan yang masih menjaga keaslian
bangunannya. Berikut beberapa bangunan yang terekam di mata kamera ponselku sore
itu.
1. Kampung
Tempo Dulu
Begitu menyusuri
lorong Jalan Kenanga, rupanya motorku tembus ke arah Jalan Cempaka dan berujung
di depan Jalan Pahlawan. Kutelisik lebih jauh, ternyata sepanjang Jalan Melati,
Mawar, Kenanga, Cempaka, sampai Jalan Pahlawan adalah kawasan kota tua Sampang.
Di sini (Jalan Kenanga dan Jalan Cempaka) beberapa rumah bergaya tempo dulu masih
cukup banyak dan berjajar rapi. Ya, meski dari luar terlihat perawatannya
kurang maksimal, namun di dalamnya masih tetap digunakan oleh pemiliknya. Sebut
saja seperti rumah yang berada di Utara Masjid Agung Sampang ini. Lorong dan
suasana masih terasa sepi meski beberapa sepeda terparkir asal di bibir
pembatas rumah yang terlihat tak terpakai ini. Berbanding terbalik dengan
suasana rumah yang kuabadikan selanjutnya. Walau yang bisa kupotret hanya sebatas
jendela sampingnya saja, namun tak mengurangi pemikiran kita bahwa pemiliknya
memang memperhatikan betul-betul tentang kondisi rumah mereka. Entah mengapa
aku merasa sejuk melihat tatanan rumah yang masih menjaga keaslian bangunan serta
perawatan dinding-dindingnya.
Utara Masjid Agung Sampang |
Jalan Pahlawan |
Jalan Panglima Sudirman |
2. Kantor
Pemerintahan
Selanjutnya
motorku melaju ke arah Monumen kota yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter
saja. Di sini, aku juga menemukan sebuah bangunan lama yang masih di gunakan.
Yaitu, sebagai Kantor Pos. Perihal tempat ini, aku merasa nggak asing karena
sudah sering berkunjung sejak masih remaja, untuk sekedar mengirim surat ke
kakak yang tinggal di luar kota atau menerima kiriman wesel dari keluarga
lainnya. Kantor pos ini terdiri dari dua bangunan bergaya khas Belanda. Bangunan
pertama, berukuran besar memanjang dari barat ke timur namun menghadap ke Utara.
Fungsinya sebagai Kantor sekaligus penempatan barang-barang yang akan dikirim
ke luar kota. Dalam ruangan ini suasananya cukup asri karena ada beberapa
tanaman hias dan dinding-dindingnya masih terawat rapi. Sementara bangunan kedua,
juga menghadap ke Utara namun berukuran seperti rumah biasa. Sepertinya
digunakan sebagai rumah dinas. Tapi, aku sendiri nggak begitu tahu apakah masih
dihuni sampai saat ini atau hanya dibiarkan saja tanpa ditempati. Namun jika
dilihat kondisi dari luar, masih cukup terawat walau sudah ada beberapa
kerusakan di beberapa bagian dindingnya.
Kantor Pos Gedung Utama |
Gedung Kedua |
Beranjak
dari kawasan Kantor Pos, tepatnya sebelah selatan bangunan itu, ada lagi sebuah
Bangunan kuno yang sayang untuk dilewati. Yup, bangunan tersebut tak lain dan
tak bukan adalah Kantor Pegadaian. Ah, ini yang menurutku paling seru dan harus
dijaga keaslian bangunannya. Sebab, seperti yang kalian lihat, unsur zaman
kolonial Belandanya masih terasa sekali. Dulu, sewaktu aku masih sekolah dasar,
sepertinya aku pernah ikut orang tua ke tempat ini, tapi itu cuma satu kali. Entah
sejak tahun berapa bangunan ini tidak digunakan lagi. Sehingga kondisinya
terlihat seperti gambar di bawah ini. Saat ini Kantor Pegadaian pindah ke bangunan
baru yang masih satu area dengan bangunan lama namun menghadap ke arah barat. Kupikir
sayang sekali jika cagar budaya yang indah itu dibiarkan begitu saja. Cukup
disayangkan jika nggak dirawat serta dilestarikan.
Bekas Kantor Pegadaian |
Ketiga,
sebuah bangunan yang mirip ruko, namun sepertinya zaman dulu bukanlah sebuah
ruko. Bangunan ini terlihat jelas bahwa memiliki beranda di bagian atas.
Menurut informasi, tempat ini dulu adalah gereja, namun entah sejak tahun
berapa sudah nggak digunakan lagi. Bentuk bangunan bagian atas terlihat jelas
bahwa desain Eropa mendominasi yang dapat sentuhan kayu di bagian jendela seperti
beberapa rumah khas Belanda lainnya di masa itu. Oh iya, bangunan ini terletak
di kawasan Jalan Panglima Sudirman, tepatnya sebelah barat Jalan Melati.
Bangunan kuno yang masih tersisa di Jalan Panglima Sudirman |
3. Stasiun
Kereta
Satu hal
lagi yang menurutku paling disayangkan atas terbengkalainya bangunan-bangunan
bersejarah di Sampang, yaitu potret kejayaan Madura yang terekam dalam sisa-sisa
bangunan stasiun kereta api yang berada di Jalan Teuku Umar. Terakhir, perjalananku
sore itu berujung di kawasan Jalan Teuku Umar. Melihat bangunan sisa stasiun kereta
api ini membuatku trenyuh. Bagaimana nggak trenyuh, jika kondisi cagar budaya
yang bernilai tinggi nyaris hilang hanya karena kepentingan beberapa warga yang
tinggal di kawasan itu. Aku nggak menyalahkan siapa-siapa, hanya merasa trenyuh
saja melihatnya.
Sisa Bangunan Stasiun Kereta, Sampang. |
Sisa bangunan stasiun Kereta, Sampang. |
Menurut sejarah,
dulu, Pulau Madura salah satu pulau atau daerah maju. Sejak tahun 1800an
Pemerintah Kolonial Belanda sudah membangun transportasi kereta api yang mampu menghubungkan
empat kabupaten dari ujung barat Bangkalan sampai ke ujung timur Sumenep. Namun
sejak tahun 1987 pemerintah resmi menutup jalur transportasi ini hingga
sekarang. Ah, sebagai generasi muda, aku hanya bisa melihat sisa-sisa kejayaan
itu saja. Yang membuatku sedikit miris, sisa kejayaan itu sungguh tak dirawat dengan
baik. Kalau terus-menerus dibiarkan seperti ini, bukan nggak mungkin jika semua
bangunan sejarah itu akan terus rusak ditelan jaman. Dan akhirnya generasi muda
masa depan nggak bisa menikmati atau memahami kejayaan tempat tinggal mereka
sendiri.
Terima kasih.
Mungkin itu saja catatan Eksplore Sampang kali ini. Semoga bermanfaat untuk
kita semua. Amin.
Kamar
Inspirasi,
Menjelang
Pagi, 21 Juli 2017.
Tanah Garam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar