Minggu, 05 Februari 2012

Cerita 2: Jejak Kaki Petualang di Mojokerto (Lanjutan petualangan setelah menghadiri ultah UNSA)



Seharian penuh aku dan para sahabatku melakukan kegiatan di kota Surabaya, mulai dari narsis-narsisan di Jembatan Suramadu, terjebak macet, menghadiri acara ultah UNSA di Kampoeng Ilmu hingga mengenal dan mempelajari tentang budaya Jepang di BG Junction. Semua kami lalui sambil tersenyum.

Pada pukul 16.30 WIB kami berlima keluar dari pelataran parkir BG Junction, Surabaya. Sebenarnya kami hendak langsung berangkat melanjutkan perjalanan menuju kota Mojokerto, akan tetapi salah satu diantara kami ada yang memerlukan beberapa buku untuk dijadikan bahan referensi kuliah, terpaksa kami berlima memutuskan mampir dulu ke Togamas (toko buku yang berlokasi dekat tempat wisata kebun binatang Surabaya). Kurang lebih satu jam kami menatap tumpukan buku di toko buku tersebut, dan aku sempat tersenyum simpul saat menatap buku-buku di rak dekat pintu. Senyum itu mengalir renyah karena diantara ribuan buku yang kulihat, ada nama-nama penulis yang sempat kukenal di dunia maya. Mungkin bukan hanya kukenal, tapi sudah menjadi sahabat dan sering bertukar pikiran tentang dunia kepenulisan. Aku pun sempat berpikir, kapan ya bukuku mejeng di toko buku sebesar ini? Sejajar dengan buku-buku yang sudah kukenal para penulisnya? Hm, semua akan indah pada waktunya kok, tetap semangat! Aku coba menyemangati diriku sendiri.

Lepas dari semua itu, terselip sebuah semangat baru bahwa aku harus lebih belajar lagi dalam mengumpulkan dan merangkai kata-kata menjadi kalimat yang renyah dibaca. Aku masih memiliki mimpi ke arah itu. Hehehe, kok malah berubah mellow ya? Oke deh, aku lanjutkan saja cerita tentang petualanganku. Oh iya, ada kejadian lucu saat aku dan sahabatku yang bernana Anas tengah membaca beberapa buku di rak buku pendidikan, tiba-tiba ada seorang lelaki dewasa bertanya kepada kami berdua,
"Dek, kalau tempat buku tentang pendidikan anak di sebelah mana ya?"

Aku dan Anas sempat saling pandang, mungkin karena kami berdua tengah memakai batik sehingga dianggap penjaga toko buku tersebut. Jelas-jelas aku tidak tahu dimana tempat buku yang dimaksud lelaki itu. Alhasil, sambil nyengir kuda kami menjawab pertanyaan lelaki bertubuh gempal itu,"He, maaf pak, kami kurang tahu. silahkan tanya sama penjaga di sebelah sana" jawab kami serempak dan langsung kabur. Hahaha, aku dan Anas sempat tertawa terpingkal-pingkal, mungkin penampilan kami seperti penjaga toko kali ya???
Hm, setelah satu jam berkutat dengan buku, selanjutnya kami berangkat menuju Mojokerto. Sisa-sisa senja masih terasa olehku, namun sisa-sisa keindahan itu tak dapat kutangkap seutuhnya karena telah ditutupi lampu-lampu perkotaan yang mulai menyala. Yang kudapatkan hanyalah sisa-sisa warna jingga yang hendak memudar. Motor kami pun melaju membelah jalan perkotaan meninggalkan kota Surabaya, seiring senjaku yang pergi meninggalkan malam.

Sungguh, aku sangat tertegun dengan hiruk pikuk jalanan kota Surabaya kala itu. Aku benar-benar tidak mendengar lantunan adzan Maghrib seperti di kampungku, mungkin adzan itu benar-benar ada namun merdunya hilang tertutupi hiruk pikuk suara kendaran yang melintas. Inikah kehidupan kota besar? Pikirku.

Waktu yang kami butuhkan untuk tiba di Mojokerto hanyalah satu setengah jam saja. Malam benar-benar telah menunjukkan kuasanya. Setibanya di Mojokerto, aku tak dapat melihat suasana alam disana, yang ada hanyalah sederetan rumah warga yang memiliki pagar sama persis antara rumah satu dan rumah lainnya. Maklum, malam itu langit tengah diselimuti mendung, alhasil begitu kami duduk istirahat di tempat tujuan hujan pun menyapa dengan derasnya. Kami pun beristirahat merefreskan otot-otot yang mulai tegang.
***
Malam semakin larut. Gerimis mulai mereda. Suara jangkrik senantiasa menemani istirahat malam kami yang terasa sunyi. Pun sayu-sayu kudengar suara angin malam yang tengah berhembus menyelinap ke celah-celah pintu dan jendela.

Tahukah kau para sahabat, siapa sangka di balik gelapnya malam kampung itu, tersimpan anugerah alam yang tak dapat dilukiskan keindahannya.


Begitu pagi menjelang, kami mendapatkan kejutan dari Allah SWT. Ternyata di belakang rumah yang menjadi tempat persinggahan kami memiliki panorama alam yang super sangat indah. Disana, kami dapat melihat megahnya gunung yang menurut masyarakat sekitar disebut Gunung Penanggungan. Bukan hanya itu saja kejutan yang kudapatkan, sekitar desa itu masih ada perkebunan tebu, cabe, tomat dan kacang panjang. Sungguh pemandangan yang tak pernah aku dapatkan selama tinggal di Madura. Kumat deh penyakit kami yang suka narsis foto-foto, hehehe.

Tepat pukul sembilan pagi di hari Minggu itu (29/01/2012), kami melanjutkan perjalanan menuju Pacet. Perjalanan dari tempat menginap menuju Pacet membutuhkan waktu satu jam saja. Untuk tiba di tempat tujuan, motor kami harus melewati jalan menanjak. Bagiku Pacet merupakan salah satu tempat terindah di Indonesia. Pacet yang terletak di lereng gunung itu memiliki cuaca yang lumayan dingin. Apalagi saat tiba di kawasan wisata air terjun. Apabila tangan menyentuh air terjun Cangu, pasti terasa dingin seperti air yang baru dikeluarkan dari lemari es. Dingiiiiin buanget.

Pemandangan di Pacet benar-benar indah. Hamparan pepohonan yang menghijau menutupi pegunungan. Sejuk.  Beratus villa tersebar di seantero celah memperindah pemandangan alam disana. Untuk menghangatkan suasana, kami berlima bernyanyi bersama. Tak peduli orang-orang berkata apa tentang kami. Kami juga sempat membeli pentol bakar untuk menambah keceriaan. Oh iya, sepulang dari menikmati air terjun Cangu di Pacet, kami berlima sempat mengalami 'Lost in Pacet'. Hahaha, tersesat adalah pengalaman yang tak akan pernah absen dalam setiap petualangan kami. Hm, pengalaman yang sangat menyenangkan dan tak akan pernah kulupakan seumur hidup. Pengen tau foto-foto kami yang lain? Ini dia, cekidot...

***






Tidak ada komentar:

Posting Komentar