Kamis, 26 Januari 2012

Sang Pioneer


(Hai, izinkan aku menyampaikan pengalamanku kemarin ya. Mohon maaf jika tulisannya kurang rapi karena ini kutulis terburu-buru disela-sela mengerjakan tugas kampus. Hehehe :P )

Setiap pertemuan memang selalu menyimpan misteri keakraban. Setiap pertemuan memang selalu terasa indah menyenangkan, dan setiap pertemuan pasti akan membawa kebahagiaan, begitulah yang kurasakan saat bertemu dengan para sahabat dunia mayaku kemarin. Walaupun bukan pertemuan pertama, debaran kebahagiaan itu rasa-rasanya tak pernah surut menghiasi relung hatiku. Bisa dibilang aku memang salah satu manusia pencinta sebuah "PERTEMUAN". Ya, bagiku pertemuan bukan hanya sebagai ajang menyambung silaturahmi saja, akan tetapi lebih dari itu, yakni sebagai suntikan semangat untuk memacu kreatifitas dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan adanya pertemuan, maka komunikasi kehidupan akan semakin lancar.

Seperti pada hari itu, tepatnya hari Minggu, 27 November 2011 untuk kesekian kalinya aku bersua dengan para sahabat-sahabatku. Yang membuatku tersanjung dalam pertemuan kali ini adalah, jika dulu aku yang pergi keluar pulau untuk bersua dengan mereka, malah sekarang merekalah yang menginjakkan kaki ke pulau yang kutinggali ini. Hampir 2 hari lamanya hati dan jiwa mereka disuguhi keindahan Pulau Garam Madura, mulai dari bibir jembatan Suramadu, kota Bangkalan, Sampang, Pamekasan, sampai kota Sumenep telah memberikan kenangan tersendiri di hati mereka. Nah, kini mereka semua yang terdiri dari Mbak Jazim Naira Chand, si Mieny Angel, Mbak Endang SSN, sang fotografer Mbak Ani Amaly dan Mbak Luluk (Ananda Mutiara) meluangkan waktu luang untuk melakukan petualangan ke Pulau Madura. Di hari kedua perjalanan, mereka menghadiri sebuah acara kecil-kecilan dalam menyambut tahun baru hijriyah 1433 H di sebuah sekolah sederhana yang menaungiku.

Pagi yang cukup cerah membawa mobil rombongan Mbak Jazim memasuki kawasan Sampang setelah hampir 24 jam berada di Madura bagian timur. Tepat pukul 08.45 WIB rombongan tersebut memasuki desa Pangelen. Jauh dari pandanganku, aku melihat titik-titik air mata di pelupuk mata Mbakyuku ketika memberikan sambutan di atas panggung. Aku tidak begitu paham apa yang mbakyuku rasakan saat itu, yang jelas aku kagum sekaligus terharu melihat seorang penulis beken seperti Mbak Jazim dkk rela duduk lesehan bersama para peserta didik di lapangan yang hanya beralaskan tikar, padahal saat itu tempat duduk sudah kami sediakan namun dengan senyuman ikhlas mereka menolaknya.

Ada sesuatu yang membuatku geli. Ya! Geli jika mengingatnya lagi. Dalam sela-sela sambutan, Mbak Jazim menyebut namaku dengan embel-embel "Ustad". Hahaha, biasanya aku cuma dimanggil Pak atau kakak, eh ini malah memanggil ustad. Sepertinya aku tidak pantas mendapat gelar seperti itu. Baru kali ini ada seseorang yang menyebut aku ustad di depan banyak orang. Ah, Mbak Jazim ini ada-ada saja, pikirku dalam hati sambil menyungging senyum. Aku juga merasa bahagia melihat Mbak Jazim, Mbak Endang, Mbak Ani, Mbak Luluk dan Mieny tertawa lepas menyaksikan aksi drama peserta didikku, terutama saat tokoh wanita penghibur yang diperankan oleh Marsum memasuki panggung. Bukan hanya mereka saja yang tertawa terpingkal-pingkal, akan tetapi semua penonton pun juga ikut tertawa, termasuk aku. Marsum yang berperan menjadi waria itu mampu menghilangkan kepenatan kami semua. Terima kasih buat adik-adikku yang duduk di kelas XI.

Sebenarnya aku kasihan mengajak para rombongan berkunjung ke tempat wisata Sampang terdekat dengan alasan cuaca siang itu sangat terik. Sengatan matahari siang itu benar-benar terasa ganas. Namun setelah aku membujuk mereka untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan hari itu, mereka pun bersedia.

"Kapan lagi sih jalan-jalan di Sampang? Jarang-jarang loh mbak," kataku sambil melirik Mbak Ani.

Wah, Mbak Ani Amaly yang paling bersemangat dengan usulanku. Rupanya kamera Mbak Ani Amaly masih sangat lapar melahap pemandangan indah yang akan menjadikannya kenangan masa depan. Akhirnya walau cuaca sangat terik, kami pun nekat mendaki jalan di tengah sengatan sang raja siang. Alhamdulilah kelelahan kami cukup terbayar dengan melihat pemandangan Gua Lebar (Hutan di atas batu) yang masih alami itu. Bidikan kamera pun menghiasi canda tawa kami, hingga akhirnya kumandang adzan Ashar sayu-sayu terdengar dari speaker masjid. Para rombongan pun beranjak pulang meninggalkan tanah garam Madura.

Jujur, aku tidak dapat berkata-kata lagi. Kedatangan sahabat-sahabat seperjuanganku ke bumi Sampang telah membuatku bahagia sekaligus terharu. Beberapa saat yang lalu Mbak Jazim pernah berkata padaku bahwa beliau ingin menjadi pioneer dalam pembentukan perpustakaan di sekolahku. Hari ini telah menjadi saksi bahwa Mbak Jazim dan sahabat-sahabat lainnya benar-benar telah menjadi "Sang Pioneer" di sekolahku. Buku-buku yang di bawa Mbakyu dan sahabat-sahabat lain telah menjadi awal pengisi rak buku perpustakaan kami. Semoga buku yang lain bisa menyusul ya Mbak, hehehe.

Terima kasih semua. Mbak Jazim, Mieny Angel, Mbak Endang, Mbak Ani Amaly dan Mbak Luluk, inilah persahabatan terindah kita. Semakin banyak sahabat, semakin luas tali kekeluargaan kita.
^_^

*Minggu, 27 November 2011
di Sampang, tanah garam Madura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar