Kamis, 26 Januari 2012

Jodohku??


"Kau sudah punya tunangan?" Tanya salah seorang tetangga ketika aku menunggu angkutan umum hendak ke kampus beberapa hari yang lalu.

Pertanyaan itu membuatku tersentak sekaligus geli. Boro-boro tunangan, gadis kandidatnya aja alias pacar belum punya. Kalau pun punya, dia sudah tidak pantas dijadikan kandidat karena telah menjadi milik orang. Hahaha, aku tersenyum simpul menimpali pertanyaan ibu tersebut.

"Hm, belum bu," jawabku singkat tak mengurangi senyum.

"Iya tuh, temanmu si Haris sudah punya tunangan, padahal belum lulus kuliah. Katanya sih tunangannya dari akademi perawat," tambah ibu itu lagi. Aku kembali tersenyum menimpalinya, tentu tanpa sebuah komentar.

"Kalau kamu sendiri sudah semester berapa?" kembali ibu itu bertanya padaku. Kujawab saja singkat,

"Semester tujuh, bu."

"Hm, biaya pendidikan sekarang sangat mahal. Kuliahlah saja dulu hingga lulus, lalu carilah kerja bahagiakan ibumu dan yang terakhir baru cari pasangan hidup" nasehat ibu itu seiring angkutan umum yang kuharapkan datang.

"Insyaallah. Mari bu," sahutku lalu pergi bersama angkutan umum meninggalkan ibu berdaster batik itu.

Selama dalam angkutan umum, aku memikirkan kata-kata perempuan setengah baya tadi. Memang, kebanyakan teman sebayaku sudah memiliki pasangan hidup. Bahkan tak sedikit di antara mereka ada yang memiliki buah hati. Sudah menjadi kebiasaan atau mungkin sudah menjadi tradisi di Madura bahwa seorang anak yang baru lulus SMA harus segera berkeluarga. Alasan utama adalah lulus SMA berarti sudah dewasa dan harus mulai hidup mandiri. Padahal pekerjaan pun mereka belum punya. Oke, tak dapat aku pungkiri menurut informasi yang kudapat, seseorang justru akan mendapat banyak rezeki dan pekerjaan justru setelah menikah. Tapi apakah baik jika seorang anak yang baru lulus sekolah langsung diberikan beban berkeluarga yang sepertinya begitu rumit? Kemana cita-cita seorang anak dapat diraih?

Kalau masalah itu ditanyakan padaku, untuk saat ini akan kujawab, NO. Bukan berarti aku tidak mau membina keluarga, tapi aku punya alasan sendiri untuk saat ini. Ya, sekali lagi untuk saat ini...!! Sesuatu yang harus aku pikirkan dan raih bukan masalah itu, melainkan bagaimana caranya aku bisa cepat lulus kuliah dan bekerja. Tak kurang dan tak lebih seperti itu. Bagiku, aku harus profesional dalam menghadapi kehidupan. Semua harus berjalan dengan seimbang antara meraih cita-cita dan menghadapi realita kehidupan.

Hm, aku jadi ingat sesuatu, ingat pada tulisan yang pernah kubuat untuk mengikuti sebuah even penulisan yang bertema tentang jodoh.

***

Surat Untuk Jodohku,Oleh : Aswary Agansya


Jodoh...?!
Ha... Ha... Ha... Aku nyaris gila jika terus menerus memikirkanmu. Aku juga nyaris terbuai akan misteri-misterimu yang masih semu. Bagaimana tidak, pekerjaan yang tak pernah lepas dari otakku adalah memikirkanmu, memikirkan siapa yang akan menjadi pendampingku kelak. Bagaimana bentuk fisikmu, raut wajahmu, aroma tubuhmu dan getaran cinta di hatimu. Sungguh aku sibuk membayangkan sesuatu yang belum pasti dalam kehidupanku.

Jodoh...! Kaukah jodohku itu? Kaukah gadis yang selama ini menghiasi mimpi-mimpiku? Kalau kau memang benar jodohku, aku akan bersujud syukur kepada Allah atas semua anugerah yang diberikanNya padaku melalui dirimu. Allah mengirimkanmu untukku, kasih. Jadi, Aku yakin kau gadis terindah yang pantas menjadi pendampingku. Meski aku rindu akan kehadiranmu dan tak pernah bertemu denganmu saat kutulis surat ini, tapi kemampuanku menerawang lewat hati tak dapat terelakkan lagi. Aku yakin dapat memprediksikan betapa indahnya pesonamu wahai kekasih hatiku.

Keyakinanku pun berkata bahwa rambutmu mengandung sutra, raut wajahmu memancar cerah, bentuk tubuhmu menggoda gelora jiwa, sentuhanmu lembut menyisakan romansa, langkahmu melenggang penuh asmara dan sikapmu membawa surga. Kaulah sang primadona dari atmosfer cinta.

Setiap insan yang hidup di dunia ini pasti membutuhkan cinta. Juga membutuhkan luapan kasih sayang. Karena keduanya, baik cinta maupun kasih sayang mampu membawa mereka terbang melintasi angkasa, melewati batas atmosfer yang selama ini menghembuskan udara dalam dada. Begitu pun aku yang membutuhkan cintamu wahai jodohku. Alangkah syahdunya duniaku memiliki cinta sebesar cintamu padaku.

Wahai jodohku yang selalu kudamba. Siapkah kau merajut cinta denganku? Siapkah pula kau hidup bersama pemuda sepertiku? Mampukah kau menjalani roda kehidupan yang tak menentu bersamaku? Sanggupkah kau setia menjaga cinta kita dari godaan-godaan yang akan melanda?

Wahai Jodoh yang kucinta. Kalau kau bersedia dengan semua yang akan terjadi, maka baiklah.
Satu harapan pasti yang ingin kusampaikan padamu. Terimalah aku apa adanya, seperti bumi yang siap menerima terpaan hujan maupun sang badai kapan saja. Jadikanlah aku pelengkap hidupmu meskipun masih tak setara dengan derajatmu. Aku harus mengaku bahwa aku hanyalah pemuda miskin yang tinggal di gubuk sederhana tanpa adanya perabot yang berharga. Tapi aku yakin bisa memberimu limpahan ilmu dan cinta yang tak akan pernah habis dalam dada. Jadikanlah pernikahan kita sebagai lambang suci kebesaran cinta yang kita punya. Dan jadilah cinta kita adalah satu-satunya cinta yang tumbuh di hati kita.

Sampang, 4 Maret 2011

***
Hm, ada-ada saja ya perempuan setengah baya di halte itu. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar